Jakarta, Aktual.co — Kepala Dinas Kesehatan Nusa Tenggara Timur, Stefanus Bria Seran mengatakan tingkat kematian bayi di wilayah berbasis kepulauan ini masih fluktuatif (naik turun) dari tahun ke tahun, sehingga belum begitu menggembirakan.
“Tingkat kematian bayi di NTT masih fluktuatif sehingga belum terlalu menggembirakan,” katanya pada Workshop Penguatan Jurnalis Kupang untuk advokasi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Kupang, Kamis (12/3).
Ia mencontohkan, pada 2008 jumlah kematian bayi di NTT mencapai 1.274, namun pada 2009 turun menjadi 1.215 orang. Tahun 2010 naik lagi menjadi 1.305 orang, namun pada 2011 turun menjadi 1.272 orang bayi.
Pada 2012, kasus kematian bayi meningkat menjadi 1.350 orang, namun pada 2013 turun lagi menjadi 1.286 orang, dan pada tahun 2014 turun lagi menjadi 1.282 orang per 1.000 kelahiran yang hidup.
Bria Seran mengatakan tingkat kematian bayi di NTT memang masih fluktuatif, namun masih tergolong tinggi jika dikaitkan dengan standar yang ditetapkan Kementerian Kesehatan yang hanya mencapai 230 orang per 1.000 kelahiran yang hidup.
Ia menambahkan tingkat kematian ibu di NTT yang sebelumnya (2008) tergolong tinggi di Indonesia yaitu mencapai 330 orang hingga 2014 menjadi 159 orang per 1.000 kelahiran.
Penurunan ini terjadi secara drastis karena program ini (Kesehatan Ibu Anak) dioperasionalkan melalui cara-cara yang luar biasa (revolusi) dengan misi agar indikator angka kematian di NTT tahun 2008-2014 sama dengan pencapaian secara nasional atau satu digit di bawahnya Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesda), sedikitnya ada dua faktor utama yang berpengaruh terhadap tingginya kematian ibu dan bayi baru lahir di NTT yakni factor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal terkait dengan kebijakan revolusi KIA itu sendiri yang tidak didukung secara revolusioner oleh instrumen pendukung utamanya yaitu anggaran dari APBD yang masih minim, fasilitas kesehatan yang belum memadai dan sumber daya manusia yang kompeten baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Bila konsisten, revolusi KIA seharusnya didahului oleh revolusi fasilitas kesehatan dan sumber daya manusia dalam bidang kesehatan. Namun, dalam kenyataannya kebijakan ini justru terhambat oleh kedua faktor tersebut.
Meski demikian patut diakui bahwa fasilitas kesehatan yang memadai di NTT belum sesuai dengan standar kebutuhan masyarakat yang membutuhkannya. Fasilitas kesehatan yang memadai lebih terpusat pada daerah perkotaan ketimbang di daerah pedesaan.
Pada daerah pedesaan, fasilitas kesehatan tidak didukung dengan ketersediaan sarana/perabot yang memadai dan lengkap.Dengan kata lain, fasilitas kesehatan yang memadai lebih mengakomodir kepentingan masyarakat yang tinggal di perkotaan ketimbang di daerah pedesaan.
Selain persoalan fasilitas kesehatan, juga kekurangan tenaga kesehatan yang kompeten dan profesional di berbagai wilayah. Jumlah tenaga medis untuk melayani sektor pelayanan publik di NTT masih relatif rendah bila dibandingkan dengan ketersediaan tenaga medis di kota dan propinsi lain di Indonesia.
Artikel ini ditulis oleh: