Jakarta, Aktual.com – Dalam beberapa tahun terakhir industri perkebunan sawit sempat menghadapi tantangan berat seiring harga crude palm oil (CPO) dunia, yang kurang kondusif ditambah dampak pandemi Covid-19.

Meski begitu, manajemen Mentari Group melihat perlahan-lahan bisnis sawit makin membaik. Itu tercermin dari harga CPO yang di awal 2021 ini lebih kondusif dan dipicu oleh sejumlah faktor domestik maupun dorongan harga CPO di pasar global.

Di pasar domestik misalnya, pemerintah sedang intensif mendorong peningkatan konsumsi biodiesel yang diyakini berdampak pada membaiknya demand produk sawit di dalam negeri.

“Kami di Mentari Group sangat optimis, prospek bisnis sawit di 2021 dan 2022 akan semakin cerah. Kami akan ekspansi dengan memperluas area penanaman, membuka pabrik sawit baru dan mengembangkan bisnis logistik sebagai sektor pendukung,” jelas Direktur Utama Divisi Sawit Mentari Group Harry Poetranto dalam keterangannya, Senin (22/3/2021).

Pihaknya, diakui Harry termasuk pemain baru yang tumbuh pesat di bisnis perkebunan kelapa sawit. Group ini baru mulai menggarap bisnis sawit tahun 2014 dengan mendirikan pabrik pengolahan TBS pertama di Selensen, Riau.

Sejak itu, pihaknya terus melakukan akuisisi kebun-kebun dan dilakukan perbaikan produktifitasnya. Saat ini perusahaannya mengelola perkebunan sawit di Riau, Jambi dan Kalimantan Tengah dengan luas tertanam (planted area) tak kurang dari 26,8 ribu hektar.

Selain itu juga mengoperasikan tiga unit pabrik kelapa sawit (PKS) menengah, masing-masing dengan kapasitas 60ton TBS/jam. Tahun 2021 ini Mentari Group menargetkan produksi 144 ribu ton CPO.

“Masih ada banyak ruang pengembangan usaha yang bisa dilakukan tahun ini. Contohnya ada salah satu kebun kita yang jarak ke pabrik pengolahan terlalu jauh, kami berencana akan kami bangun pabrik baru disana agar lebih efisien, dan sekaligus untuk mencari tambahan pasokan (sourcing) buah sawit dari petani sawit sekitarnya,” Harry menuturkan.

Pihaknya, kata Harry, awalnya bergerak di bidang trading komoditi seperti gula, molasses dan beberapaa produk hasil pertanian, namun kemudian ekspansi ke bisnis hulu sawit.

Kemudian pihaknya pun mengelola bisnis transportasi dan logistik guna menopang bisnis perdagangan dan perkebunan sawit, melalui dua anak usahanya yang lain.

“Kami akan tingkatkan sinergi antar unit bisnis untuk memperkuat value chain, dan akan segera gandeng mitra investor yang punya visi sama untuk memperkuat pertumbuhan,” Harry.

Dua tahun terakhir merupakan tahun yang penuh tantangan bagi perusahaannya, antara lain disebabkan harga komoditi sawit yang saat itu belum kondusif. Tak heran, saat itu ada salah satu anak usaha Mentari Group, yaitu PT Mentari Agung Jaya Usaha, yang mengalami kesulitan untuk melakukan pembayaran cicilan ke beberapa krediturnya hingga kemudian menjadi sengketa di pengadilan.

Beruntungnya mitra-mitra tersebut kemudian bersedia berdamai dan setuju untuk mengakhiri perselisihan di pengadilan (homologasi), sebagaimana tertuang dalam keputusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang sudah disyahkan pada 31 Maret 2020.

Dengan demikian persoalan hukumnya sudah selesai.
Kedepan manajemen Mentari Group yakin prospek bisnis sawit akan semakin positif seiring peningkatan konsumsi biodiesel di dalam negeri sebagai imbas positif dari program B30 yang digalakkan pemerintah.

Selain dorongan dari pasar domestik, demand di pasar global juga cenderung membaik sehingga akan meningkatkan volume ekspor dan harga minyak sawit nasional.

Trend membaiknya harga CPO dunia itu sejatinya juga seiring dengan membaiknya harga minyak nabati lainnya di market global. Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) melaporkan indeks harga minyak nabati di bulan Februari, misalnya, berada di rata-rata 147,4 poin. Indeks tersebut naik 8,6 poin (atau 6,2%) dari Januari dan menandai level tertinggi sejak April 2012.

Sementara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memprediksi produksi CPO di Indonesia tahun 2021 setidaknya akan naik 3,5% (yoy) menjadi 49 juta ton dari realisasi tahun lalu yang hanya sebanyak 47,4 juta ton.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu