Sebelumnya Edwin juga sempat angkat bicara terkait potensi penurunan pendapatan PGN akibat kebijakan Kementerian ESDM menaikan harga jual gas ConocoPhillips ke PGN di Batam. Dia menghimbau stakeholder agar mendukung kinerja BUMN. Dukungan terhadap BUMN juga dibutuhkan dalam rangka melepaskan diri dari bayang-bayang masih rendahnya harga migas dunia.
“Biasanya kebijakan gak bisa dilihat satu persatu, pasti ada rentetannya. Kalau misalnya ini disuruh ngalah mungkin ada yang dikasih kelonggaran (kompensasi) oleh ESDM,” katanya.
Seperti diketahui, belum lama ini Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan merilis surat bernomor 5882/12/MEM.M/2017 tentang penetapan harga jual gas bumi dari ConocoPhillips Grissik ke PT Perusahaan Gas Negara Persero Tbk untuk wilayah Batam. Mengacu surat keputusan yang diteken 31 Juli 2017 tersebut, COPI diperbolehkan menaikan harga jual gas dengan volume 27,27–50 billion british thermal unit per day, dari USD2,6 per million metric british thermal unit menjadi USD3,5 per MMBTU.
Sedangkan selaku penyalur gas, PGN tidak diperkenankan menaikan harga jual gasnya ke PT PLN Persero, pengembang listrik swasta atau independent power producer, hingga pelanggan rumah tangga.
Edwin mengatakan, pihaknya sendiri telah berkomunikasi dengan jajaran Kementerian ESDM untuk membahas kenaikan harga gas COPI. Ini dilakukan demi memperoleh jalan tengah dalam rangka menghindari berkurangannya pendapatan PGN dan negara dari keputusan tersebut.
Sementara di kesempatan berbeda, anggota Komisi VI DPR RI, Inas Nasrullah mendesak pemerintah membatalkan kenaikan harga jual COPI. Ini lantaran kenaikan harga gas COPI malah akan menekan kinerja keuangan PGN yang akan berdampak pada berkurangnya dividen negara.
“Yang aneh kenapa harga hulu naik ketika harga migas dunua sedang rendah-rendahnya. Saya tidak habis pikir dengan jalan pikiran menteri Jonan,” kata Inas.
Novrizal Sikumbang
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang
Wisnu