Jakarta, Aktual.com – Para pelaku pasar mesti mewaspadai aks korporasi para emiten di sektor perunggasan yang justru terindikasi menjadi kartel ayam, karena monopoli bisnis dan ikut memainkan harga di pasar.
Belum lama ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menggelar investigasi untuk mengumpulkan bukti pelanggaran para pelaku kartel ayam yang dianggap melanggar Pasal 11 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang praktik monopoli dan persaingan usaha.
Hasil penyelidikan KPPU, terdapat 12 pelaku usaha yang terindikasi kartel. Tiga perusahaan diantaranya adalah perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) yakni PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk, PT Malindo Feedmill Tbk dan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN).
Pihak manajemen CPIN mengaku tengah masuk persidangan, bahkan tidak menampik adanya indikasi praktik kartel ayam itu.
“Kasus ini sedang disidangkan di KPPU, kami ikuti saja apa hasilnya nanti,” ungkap Presiden Direktur CPIN, Tjiu Thomas Effendy di Jakarta, Rabu (15/6).
Dugaan kartel ayam saat ini memasuki agenda pengajuan alat bukti, yaitu keterangan saksi, ahli, surat dan atau dokumen, petunjuk dan keterangan.
Adapun sembilan perusahaan peternakan yang juga tersangkut dugaan kartel adalah PT Satwa Borneo, PT Wonokoyo Jaya Corp, PT CJ-PIA, PT Taat Indah bersinar, PT Cibadak Indah Sari Farm, CV. Missouri, PT Ekspravet Nasuba, PT Reza Perkasa, dan PT Hybro Indonesia.
Thomas menyebut, pihaknya akan kembali menjalani sidang lanjutan pada Senin pekan depan. “Memang kami sudah beberapa kali ikut sidang, karena ini sidang lanjutan, Senin mendatang juga akan ada sidang lagi,” tegas Thomas.
Seperti diketahui, kartel ayam yang disangkakan KPPU bermula dari kesepakatan pelaku usaha dan regulator untuk menggulirkan program culling atau pemusnahan 6 juta ekor indukan ayam (parent stock/PS) pada September 2015. Tujuannya, agar harga ayam broiler yang anjlok di bawah biaya pokok produksi dapat terdongkrak.
Laporan: Bustomi
Artikel ini ditulis oleh: