Jakarta, Aktual.com – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui hakim tunggal I Wayan Karya memutuskan menunda sidang praperadilan yang diajukan mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Irman Gusman hingga Selasa (25/10) pekan depan.
“Kami tidak memberikan waktu selama 2 minggu, kami akan memberikan hingga Selasa (25/10) pekan depan. Kami akan memerintahkan juru sita memanggil pihak termohon untuk hadir pada Selasa (25/10),” kata Hakim Tunggal, I Wayan Karya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/10).
Sebelumnya, pihak KPK sebagai termohon meminta waktu penundaan sampai dua minggu berdasarkan surat yang telah diterima Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (17/10).
Namun, pihak Irman Gusman sebagai pemohon keberatan dengan waktu penundaan sampai dua minggu tersebut.
“Jangan sampai dua minggu yang mulia,” kata Maqdir Ismail, Ketua Tim Kuasa Hukum Irman Gusman.
KPK sendiri sebagai pihak termohon tidak hadir dalam sidang perdana praperadilan yang diajukan Irman Gusman.
Menurut I Wayan Karya, KPK menyampaikan permintaan penundaan sidang karena KPK butuh untuk menyiapkan administrasi, bukti, saksi, dan ahli.
Selain itu, kata I Wayan, alasan penundaan yang disampaikan karena KPK sedang menyiapkan sidang praperadilan lainnya dan ada dinas di luar kota.
Irman Gusman telah diberhentikan dari jabatan Ketua DPD RI setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus pidana oleh KPK.
Kasus ini diawali dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang terjadi pada Sabtu, 16 September 2016 dini hari terhadap empat orang yaitu Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto, istrinya Memi, adik Xaveriandy dan Ketua DPD Irman Gusman di rumah Irman di Jakarta.
Kedatangan Xaveriandy dan Memi adalah untuk memberikan Rp100 juta kepada Irman yang diduga sebagai ucapan terima kasih karena Irman memberikan rekomendasi kepada Bulog agar Xaverius dapat mendapatkan jatah untuk impor tersebut.
Irman Gusman dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Xaverius dan Memi disangkakan menyuap Irman dan jaksa Farizal yang menangani perkara dugaan impor gula ilegal dan tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) seberat 30 ton dimana Xaverius merupakan terdakwanya.
Uang suap yang diberikan kepada Farizal adalah sebesar Rp365 juta dalam empat kali penyerahan, sebagai imbalannya, Farizal dalam proses persidangan juga betindak seolah sebagai pensihat hukum Xaverius seperti membuat eksekpsi dan mengatur saksi saksi yang menguntungkan terdakwa.
*ant
Artikel ini ditulis oleh:
Antara