Jakarta, Aktual.com – KPK memeriksa politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Yudi Widiana Adia sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap terkait pengurusan anggaran di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
“Yudi Widiana Adia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SKS (So Kok Seng),” kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah di Jakarta, Senin (19/12).
KPK pada 6 Desember 2016 lalu telah menggeledah dua rumah Yudi Widiana yang juga merupakan Wakil Ketua Komisi V DPR yang berada di Cimahi maupun di Jakarta dan menyita dokumen tertulis dari penggeledahan tersebut. KPK juga pernah menggeledah ruang kerja Yudi di Gedung DPR pada 15 Januari 2016.
Selain Yudi, KPK juga memeriksa mantan Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) sekaligus anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKB Musa Zainuddin dalam perkara yang sama.
Dalam perkara itu, Aseng disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b dan atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Terkait perkara itu, mantan Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDI-P Damayanti Wisnu Putranti pernah bersaksi bahwa pimpinan Komisi V dengan Kementerian PUPR pernah melaksanakan rapat tertutup atau rapat setengah kamar di Sekretariat Komisi V DPR pada September 2015 berisi kesepakatan mengenai Rancangan APBN 2016 yakni jika aspirasi Komisi V tidak bisa ditampung oleh Kementerian PUPR maka pimpinan Komisi V tidak akan mau melanjutkan Rapat Dengar Pendapat.
Peserta rapat setengah kamar itu adalah pimpinan Komisi V, Ketua Fraksi (Kapoksi) di Komisi V dan pihak Kementerian PUPR antara lain Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian PUPR A Hasanudin, Kepala Bagian Administrasi Penganggaran Biro Perencanaan Anggaran dan Kerja sama Luar Negeri Kementerian PUPR Wing Kusbimanto, Fary Djemy Francis, Wakil Ketua Komisi V dari fraksi Demokrat Michael Watimena, Wakil Ketua Komisi V dari fraksi PDIP Lazarus, Kapoksi Partai Hanura Fauzi H Amro dan Kapoksi PKB M Toha.
Menurut Damayanti, Anggota Komisi V DPR hanya pasif dalam arti hanya dikasih jatah tapi tidak ikut dalam rapat setengah kamar. Damayanti mengetahui adanya rapat tertutup itu setelah stafnya Ferri Angrianto melaporkan kepadanya mengenai rapat setengah kamar tersebut.
Hasil rapat dikethui dari Fauzi Amro yaitu setiap Anggota Komisi V mendapat jatah sebesar Rp50 miliar, Kapoksi sebesar Rp100 miliar serta pimpinan komisi mendapat jatah Rp450 miliar; semua anggota Komisi V sebanyak 54 orang mendapatkan jatah aspirasi tersebut.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Eka