Jakarta, Aktual.com – Sikap Calon Presiden nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi) yang menerima tawaran baca Al-Quran oleh Ikatan Dai Aceh (IDA) membuktikan bahwa Jokowi merupakan pemeluk islam sejati.
“Baca Al-quran Jokowi mau berarti sang petahana ingin menunjukan ke publik bahwa agamanya memang islam sejati,” kata Jerry Massie, Pengamat Politik Indonesian Public Institute (IPI) saat dihubungi, Rabu (16/1).
Terkait pihak Prabowo yang ogah menerima tawaran itu, Jerry menganggap bahwa capres nomor urut 02 itu takut karena tidak bisa. “Paling Prabowo takut ataupun dia tidak bisa ngaji,” katanya.
Sedangkan Jokowi, kata dia, membuktikan bahwa keislaman Jokowi tidak bisa diragukan lagi. Selain dari Jawa, Jokowi masuk kriteria dan standar kelayakan serta kepatutan.
“Memang tak diatur dalam UU Pemilu No 7 Tahun 2017. Itu bukan utama tapi dengan kesiapan Jokowi itu layak diapresiasi,” kata dia.
“Mulai saat ini tidak usah menyerang Jokowi dari sisi keyakinannya. Dia sudah buktikan. Pemilih rasional atau cerdas tak perlu di ajar soal ini. Justru sebaliknya Prabowo yang diragukan oleh publik terkait keislamannya,” tegas Jerry.
MUI pun mendukung usul IDA. Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM) MUI Lukmanul Hakim menegaskan, MUI mengapresiasi.
“Saya kira ini kan menjadi pemimpin bangsa. Alquran itu kami orang Islam tentu menjadi satu hal yang esensial, mendasar,” jelas Lukmanul.
Dia berharap tes baca Alquran tersebut dapat menjadi pembelajaran bagi bangsa dan negara ke depan, terutama dalam memilih pemimpin. Terutama untuk yang berikutnya dan yang sekarang.
Kata dia, kalau memang mengharapkan pemimpin itu yang beragama Islam secara esensial, dia mengetahui dan bisa mempraktikkan dan mengimplementasikan ajaran-ajaran Islam itu. Terkait permintaan rekomendasi penguji, MUI mengaku siap memfasilitasinya.
Sementara itu, TGH Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) menganggap rekomendasi tes baca Alquran untuk capres-cawapres berawal dari fitnah yang menimpa Presiden Joko Widodo. Namun, menurutnya, kini fitnah tersebut justru berbalik ke kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
“Yang menjadi sasaran utama kan Pak Jokowi dengan tuduhan Islam pura-puraan, macam-macam. Kemudian berkembang, ternyata berbalik pada akhirnya,” kata TGB.
TGB menilai, bukan berarti membaca Alquran tidak substantif. Tapi konteksnya adalah jauh lebih besar dari itu. “Isu itu muncul adalah sebagai ekses dari fitnah dan hoax yang selama ini menimpa Pak Jokowi,” ujarnya.
TGB melihat fitnah yang ditujukan ke Jokowi dari 5 tahun silam sama sampai saat ini. “Cukup besar pengaruh dari hoax yang ada selama ini yang dimainkan sejak 2014, bahkan sebelum 2014 sampai sekarang hoax-nya, fitnahnya sama, bohongnya sama, dan masih ada masyarakat yang percayai itu,” sebut TGB.
Dihubungi terpisah, juru bicara Persaudaraan Alumni (PA) 212 Habib Novel Chaidir Hasan Bamu’min menilai, tes baca Al Quran yang diajukan kepada kedua pasangan kandidat calon presiden dan calon wakil presiden di Pemilu 2019 seharusnya diajukan dalam agenda Komisi Pemilihan Umum.
“Walau sepertinya tujuannya baik dan seharusnya diajukan jauh-jauh hari sebelum pencalonan dan itu pun harus masuk dalam agenda KPU sebagai syarat resmi pencapresan,” ujar Novel, Rabu (16/1).
Usulan Dai Aceh, kata dia, tidak perlu diladeni kedua pasangan Capres dan Cawapres di Pemilu 2019. Usulan tersebut, kata dia, bukan syarat resmi yang diajukan KPU selaku penyelenggara pemilu.
Apalagi, kata dia, dalam rukun Imam dan Islam seorang muslim tidak masuk wajib bisa baca Al Quran. Dia lebih baik memilih orang yang awam tetapi beriman kepada Allah serta mengamalkannya dan taat kepada ulama.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin