Jakarta, Aktual.com – Induk Perusahaan PT Freeport Indonesia (PTFI) yakni Freeport-McMoRan yang berkantor pusat di Amerika Serikat (AS) menyatakan telah memerima dokumen yang diajukan Pemerintah Indonesia terkait keberlanjutan kontrak PTFI yang beroperasi di Papua.
Dokumen tersebut diterima pada 28 September itu dipandang tidak akurat sebagaimana yang pernah dibicarakan kedua belah pihak. Menurut surat yang ditandatangani oleh CEO Freeport McMoran Richard Adkerson itu, harusnya perhitungan nilai divestasi mencakupi potensi pendapatan PTFI hingga tahun 2041.
Selain itu, kendati PTFI melepas saham hingga 51 persen, namun Freeport-McMoRan menginginkan agar kontrol dan hak kelolah tetap berada ditangan PTFI.
Oleh karena dokumen Pemerintah Indonesia dinilai tidak sesuai dengan harapan Freeport-McMoRan, maka Freeport-McMoRan menyatakan dengan tegas atas ketidaksetujuan terhadap dokumen itu.
“We have received the Goverment’s position on divestment dated September 28, 2017. We strongly disagree with the statement incouded in document and submit our response and clarifications of the inaccuracies contained in the Goverment’s position,” kata Surat Freeport-McMoRan yang diterima Aktual.com, Jumat (29/9).
“Freeport has worked to be responsive to the Goverment’s aspiration for 51 percen ownership but has been consistently clear that the divestment is conditional upon the transactions reflecting fair value of the business through 2041 and that Freeport retain management and governance control,” tegas surat itu.
Sebelumnya, pada bulan lalu Menteri ESDM, Ignasius Jonan bersama Menteri Keuangan, Sri Mulyani dan CEO Freeport McMoRan, Richard C. Adkerson menyampaikan lima poin pokok kesepakatan atas perundingan kedua belah pihak terkait PTFI.
“Dengan berbagai upaya semaksimal yang bisa kita lakukan, dan dengan kerjasama yang baik. Jadi semua instansi pemerintah, dicapai beberapa hal, walaupun ini tidak mudah,” kata Jonan di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (29/8).
Adapun lima poin kesepakatan sebagai berikut:
Pertama, Landasan hukum yang mengatur hubungan antara Pemerintah dan PT Freeport Indonesia akan berupa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), bukan berupa Kontrak Karya (KK).
Kedua, Divestasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 51% untuk kepemilikan Nasional Indonesia. Hal-hal teknis terkait tahapan divestasi dan waktu pelaksanaan akan dibahas oleh tim dari Pemerintah dan PT Freeport Indonesia.
Ketiga, PT Freeport Indonesia membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter selama 5 tahun, atau selambat-lambatnya sudah harus selesai pada Oktober 2022, kecuali terdapat kondisi force majeur.
Keempat, Stabilitas Penerimaan Negara. Penerimaan negara secara agregat lebih besar dibanding penerimaan melalui Kontrak Karya selama ini, yang didukung dengan jaminan fiskal dan hukum yang terdokumentasi untuk PT Freeport Indonesia.
Kelima, Setelah PT Freeport Indonesia menyepakati 4 poin di atas, sebagaimana diatur dalam IUPK maka PT Freeport Indonesia akan mendapatkan perpanjangan masa operasi maksimal 2×10 tahun hingga tahun 2041.
Pewarta : Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs