Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR Surahman Hidayat (kedua kiri) didampingi Wakil Ketua MKD Junimart Girsang (kedua kanan) dan Wakil Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad (kanan) bertanya kepada Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin (kiri) saat sidang etik MKD DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/12). Maroef Sjamsoeddin menjadi saksi dalam sidang etik MKD DPR terkait rekaman pertemuannya dengan Ketua DPR Setya Novanto dan pengusaha M. Riza Chalid, terutama adanya dugaan permintaan saham kepada PT Freeport Indonesia. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/aww/15.

Jakarta, Aktual.com — Berbagai pihak menilai sinis melihat tata cara dan prosedur persidangan MKD yang digelar beberapa hari ini. Pengamat geopolitik dari Global Future Indonesia (GFI) menilai pihak-pihak yang menilai sinis tersebut tidak terlatih dalam practice forum atau memahami teknik dan taktik persidangan. Namun, lepas soal kontroversi antar anggota MKD terkait agenda persidangan atau fokus dari persidangan dalam memeriksa para saksi kunci, masyarakat harus belajar banyak cara cara anggota dewan bersidang.

“Perdebatan antara Akbar Faizal dan Junimart Girsang di akhir persidangan tentang bahan otentik persidangan, memperlihatkan kelasnya sebagai anggota dewan. Di forum persidangan seperti ini, hubungan perkawanan antar anggota, meski sesama partai atau dari partai berbeda, untuk sementara harus tunduk pada atmosfir persidangan,” ujar direktur GFI, Hendrajit di Jakarta, Minggu (6/12).

Menurut Hendrajit, para anggota dewan telah memperlihatkan penguasaan atas teknik dan taktik persidangan. Kata-kata ‘Yang Mulia’, itu memang sesuatu yang sakral dipergunakan dalam forum-forum persidangan terhormat. Untuk membangun suasana bahwa mereka sedang berada di dunia lain. Soal apakah setuju atau tidak dengan materi dan argumentasi yang jadi perdebatan keduanya, itu soal lain.

“Ini kok malah sinis dengan bikin cerita soal yang mulia dan sebagainya,” cetusnya.

“Coba simak cara anggota-angota kongres di Capitol Hill bersidang. Hal-hal yang dilakukan para anggota dewan sudah bagus. Bukan hal baru kalau kita bandingkan di parlemen negara lain. Karena standar persidangan dan model persidangan merujuk pada PBB,” pungkas Hendrajit.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka