Menurut Sugeng, terlunta-luntanya pelaksanaan refunds, karena selama ini ada oknum yang selalu merintangi itikad baik Sipoa Grup yang ingin mengembalikan uang konsumen. Baik melalui refunds tunai, maupun dengan memakai role model TB2. Rintangan itu datang dari oknum yang memiliki latar belakang memberikan pebantuan kejahatan kepada kelompok mafia yang ingin mencaplok asset Sipoa Grup. Oknum ini yang menghendaki penyelesaian masalah ditempuh melalui hukum pidana. Meskipun masalahnya sendiri adalah pekara yang masuk dalam ranah perdata.
Rintangan juga datang dari oknum yang berperan sebagai koordinator yang menerapkan pemotongan uang hingga mencapai 30 persen dari total uang refunds yang diterima konsumen. Padahal Sipoa Grup tidak memberlakukan adanya pemotongan. ”Inilah problemnya selama ini. Untuk menghindari adanya pemotongan, disarankan konsumen lebih baik berhubungan langsung dengan Sipoa Grup melalui TB2,” kata dia.
Diketahui, beberapa waktu belakangan ini pers nasional dan Surabaya ramai menyorot kasus Budi Santoso dan Ir Klemens Sukarno Candra, bos Sipoa Grup yang menjadi korban praktek mafia hukum. Budi Santoso, Ir. Klemens Sukarno Candra dan Aris Birawa, dijadikan terdakwa dalam dua kali “episode”, dengan persangkaan melanggar pasal penggelapan dan penipuan dalam pelaporan pidana yang diduga direkayasa, yang berlatar belakang pencaplokan asset Sipoa Grup milik kedua terdakwa.
Melalui bantuan oknum aparat penegak hukum, pada medio April 2018, diduga mafia ini merencanakan perampasan asset perusahaan PT Bumi Samudra Jedne (Sipoa Grup) milik para terdakwa senilai Rp 687,1 miliar. Namun harga dibandrol sepihak oleh Konsorsium Mafia Surabaya hanya sebesar Rp 150 miliar.
Rencana kejahatan pencaplokan asset itu diwarnai adanya intimidasi selama Bos Sipoa Grup ini berada dalam tahanan. Namun intimidasi itu kini sudah berlalu, Budi Santoso dan Ir. Klemens Sukarno Candra menurut Sugeng, ditarget oleh mafia itu agar lama tetap berada di penjara, dengan cara “mendorong dan memperalat” instrumen pelaporan, penyidikan dan pra penuntutan, yang terjadi di lembaga kepolisian dan kejaksaan.
Sementara, mengenai laporan polisi Dikky Setiawan (87 orang), sesuai LP No. LBP/373/III/2018/IM/JATIM 26 Maret 2018 sendiri menurut Sugeng, yang juga Sekjen organisasi advokat PERADI, yang dialami Budi Santoso dan Ir. Klemens Sukarno Candra merupakan bentuk praktek mafia hukum episode kedua.
Konsumen kelompok Dikky Setiawan yang berjumlah 87 orang ini jatuh tempo serah terima unit tahun 2019. Sehingga sejatinya pelaporan pidananya ke Polda Jatim, tergolong premature. Namun pemberkasannya tetap dipaksakan oleh oknum penyidik Polda Jawa Timur, bersama-sama oknum Jaksa Kejati Jawa Timur.
Kasus posisi perbuatannya sama dengan praktek mafia hukum episode pertama. Hanya, dalam LBP/373/III/2018/IM/JATIM 26 Maret 2018 penyidik menambahkan alat bukti adanya cek kosong yang dikeluarkan perusahaan PT Berkat Royal Propertindo (Sipoa Grup).
Praktek Mafia Hukum
Menurut Sugeng, seharusnya penyidik tidak boleh gegabah secara premature mendalilkan, dengan adanya bukti cek kosong tersebut telah terjadi tindak pidana. Untuk mencari kebenaran materil, penyidik wajib mendalami hal ihkwal yang melatar belakangi terbitnya cek kosong tersebut.
Budi Santoso dan Ir. Klemens Sukarno Candra, dan Aris Birawa yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, sebelumnya tidak mengetahui bahwa cek-cek yang diterbitkan itu bakal tidak ada dananya. Karena ketiga orang ini tertipu dan dijebak oleh Agung Wibowo, orang yang disinyalir sengaja dikirim mafia untuk memperangkap Bos Sipoa Grup. Tidak terdapat mens rea (niat jahat) pada diri Ir. Klemens Sukarno Candra, Budi Santoso dan Aris Birawa pada saat menerbitan cek-cek, yang ternyata tidak ada dananya itu.
Hal ikhwal terbitnya cek-cek kosong itu sendiri, menurut Aris Birawa bermula ketika pada awal Februari 2018, ditengah-tengah unjuk rasa konsumen, direksi Sipoa Grup kedatangan orang bernama Agung Wibowo yang mengaku mampu menjadi investor, dengan memberikan dana cash sebesar Rp 50 miliar. Pada tahap awal tanpa perlu menunggu lama, Agung Wibowo memberikan dana cash sebesar Rp 3,5 miliar.
Melalui Slip Pemindahan Dana Antar Rekening BCA, dari rekening Agung Wibowo Nomor: 4294000111, ke rekening atas nama PT Berkat Royal Propertindo, Nomor: 6120621112. Sisanya sebesar Rp. 46,5 milyar dijanjikan Agung Wibowo menyusul.
Pada tanggal 9 Februari 2018, usai solat Jumat, sekitar pukul 14.00 WIB, Agung Wibowo mengunjungi kantor proyek Sipoa Grup, dan menyaksikan proses verifikasi data pembatalan oleh 3 orang notaris serta pembukaan cek.
Agung Wibowo memberikan kepada direksi Sipoa Grup dana sebesar Rp. 46,5 milyar, melalui Slip Pemindahan Dana Antar Rekening BCA tanggal 9 Februari 2018. Pemindahan dana dari rekening Agung Wibowo Nomor: 46050483753 ke rekening atas nama PT. Berkat Royal Propertindo Nomor: 6120621112.
Agung Wibowo menjelaskan, dana masuk efektif ke rekening Sipoa Grup pada tanggal 12 Februari 2018 pukul 13.00 WIB. Pada tanggal 12 Februari 2018, pukul 13.01 WIB dana yang dijanjikan oleh Agung Wibowo belum masuk ke rekening Sipoa Grup.
Sejak pukul 13.30 nomor hand phone Agung Wibowo hingga kini sudah tidak bisa dihubungi lagi. Akibat janji Agung Wibowo, Direksi Sipoa Group telah menerbitkan 428 cek dan giro yang dibuka dengan rincian 374 cek yang akan cair tanggal 12 Februari 2018 dan 54 giro yang akan cair pada tanggal 28 Februari 2018, total nilainya Rp. 55,8 milyar.
Beberapa hari berikutnya, Direksi PT. Bumi Samudra Jedine (Sipoa Grup) melaporkan perbuatan Agung Wibowo kepada Kapolres Sidoarjo melalui Surat Nomor: 2276/EXT/RAW/II/2018, namun hingga kini tidak direspon. Dan pada 28 Nopember 2018, Agung Wibowo kembali dilaporkan Direksi Sipoa Grup kali ini ke Polda Jawa Timur, sesuai Tanda Bukti Laporan Polisi No: TBL/1551/XI/2018/UM/JATIM.
“Kini penyidik Polda Jawa Timur diuji untuk dapat membongkar kedok palsu Agung Wibowo sebagai investor. Dikaitkan dengan sinyalemen Agung Wibowo, seorang pekerja yang berpenghasila tidak tetap, diduga sebagai anggota jaringan Konsorsium Mafia Surabaya. Dan untuk membongkarnya tidaklah sulit. Penyidik dapat mendalami bukti dari aliran dana di rekeningnya. Dari situ dapat diketahu asal usul sumber dan pemilik yang sebenarnya uang sebesar Rp 3,5 miliar. Petunjuk lain yang perlu dilengkapi penyidik adalah print out CDR (call data record) sejak bulan Desember 2017 hingga Maret 2018 dari 2 (dua ) unit handphone milik Agung Wibowo nomor: 0823109000XX dan 0813318771XX,“ ujar Sugeng .
Artikel ini ditulis oleh:
Antara