Medan, Aktual.com — Pengutipan-pengutipan uang kepada siswa masih saja terjadi. Khususnya saat perayaan peringatan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus. Seperti penuturan orangtua murid salah satu Sekolah Dasar (SD) Swasta di Kabupaten Deli Serdang, Sumut, Muhammad Arief 37 tahun, kepada Aktual.com, Minggu (16/8) malam.
Arief mengatakan, anaknya yang masih duduk di bangku kelas 1 dan kelas 2 Sekolah Dasar, dipungut biaya untuk merayakan acara peringatan kemerdekaan di sekolah. “Dipungut Rp 10 ribu tiap satu siswa,” ujar Arief.
Arief mengatakan, pungutan-pungutan yang dilakukan di sekolah, dalam alasan apapun seharusnya tidak dibenarkan. “Ini bukan soal nominal berapa. Tapi dampaknya yang kita gugat. Anak-anak sejak kecil sudah dicekoki dengan pungutan-pungutan. Ini bahaya secara karakter, memperkenalkan anak-anak dengan sesuatu yang bernilai uang dan pungutan,” ujar Arief.
Dikatakan Arief yang merupakan alumni Lemhanas 2014 itu, instansi-instansi terkait, bahkan sampai menteri harus memantau pola-pola lama yang masih dilakukan sekolah. Menurutnya, harus ada himbauan keras terkait masih dilakukannya pungutan baik oleh guru maupun pihak sekolah.
“Diberbagai pemberitaan, disajikan seolah-olah pendidikan gratis itu sudah berjalan. Seharusnya itu terbukti, dan faktanya, masih saja ada pungutan yang bisa dikategorikan liar, apalagi terjadi di momentum kemerdekaan,” kata dia.
Arief menyinggung soal keberadaan dana BOS dan dana-dana lain yang dikelolah pihak sekolah. Seharusnya, dalam acara-acara semisal peringatan 17 Agustus, anggaran tersebut bolehlah digunakan. Bukan sebaliknya, melakukan pengutipan kepada para siswa.
“Begitu banyak anggaran yang dikelola sekolah, kenapa harus dikutip dari siswa? Tetap saja penekanannya, pengutipan atau pungutan kepada siswa memberikan pendidikan yang tidak baik dalam karakter siswa,” kata dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu