“SAT, eks Kepala BPPN bukan penerima BLBI, tapi pelaksana Keputusan KKSK. Kenapa pejabat KKSK ketika itu tidak ditetapkan sebagai tersangka?”.

Seperti diketahui, Syafruddin ditetapkan sebagai tersangka selaku Kepala BPPN periode 2002-2004. Ia diduga menyalahgunakan kewenangannya sebagai Kepala BPPN dalam menerbitkan SKL BLBI untuk Sjamsul Nursalim, pengendali saham BDNI.

Atas dugaan penyalahgunaan kewenangan yang ia lakukan timbul kerugian keuangan negara setidak-tidaknya Rp 3,7 triliun.

Kerugian negara itu timbul lantaran masih terdapat kewajiban Sjamsul setidaknya Rp 3,7 triliun tak ditagihkan. Padahal sesuai mekanisme, SKL BLBI baru bisa diterbitkan apabila Rp 3,7 triliun itu bisa dibayarkan oleh Sjamsul melalui penyerahan aset yang setara.

Penerbitan SKL BLBI untuk Sjamsul berawal dari usulan Syafruddin kepada KKSK, yang beranggotakan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Menteri Negara BUMN, Jaksa Agung, Kapolri, serta Kepala BPPN.

Kala itu, sekitar Mei 2002, Syafruddin meminta KKSK menyetujui perubahan atas proses litigasi menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset milik Sjamsul selaku pengendali Saham BDNI kepada BPPN senilai Rp 4,8 triliun.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid