Jakarta, Aktual.com – Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil dinilai tidak menghormati pengadilan di tengah upaya memberantas mafia tanah.
Sejumlah kalangan mempertanyakan maksud Menteri Sofyan Djalil yang mengeluarkan Surat Keputusan kepemilikan tanah PT. Salve Veritate atas nama Benny Tabalujan saat status tanah masih dalam sengketa.
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, Sofyan Djalil menilai Sofyan dan pejabat kementerian yang mengeluarkan SK tersebut bisa berpotensi diproses pidana.
Fickar heran selevel menteri berani mengeluarkan SK di tengah sengketa meski mengetahui ada sengketa. Dia mengatakan, pejabat publik yang seperti ini harus dibawa ke pengadilan pidana.
“Seharusnya status quo menunggu putusan sengketanya mempunyai kekuatan hukum tetap,” kata Fickar kepada wartawan pada Jumat ( 10/12).
Fickar heran selevel menteri berani mengeluarkan SK di tengah sengketa meski mengetahui ada sengketa. Dia mengatakan, pejabat publik yang seperti ini harus dibawa ke pengadilan pidana. “Supaya menjadi pelajaran bagi pejabat publik lainnya. Mestinya menghormati peradilan,” ujarnya.
Di samping itu, Fickar menyoroti maraknya kasus mafia tanah yang belum juga selesai. Menurut dia, biang keladi masalah pertanahan adalah sulitnya birokrasi pertanahan agraria khususnya dalam pendataan sertifikat pendaftaran tanah.
Hal yang sama disesalkan Pakar Hukum Tata Negara Prof Juanda. Kata dia, BPN semestinya menunggu kasus sengketa tanah di pengadilan sampai berkekuatan hukum tetap baru kemudian menerbitkan sertifikat.
“Seharusnya memang kalau satu satu objek sengketa bergulir di pengadilan seharusnya tidak mengeluarkan satu perbuatan hukum. Apapun ditunda sampai ada kepastian hukum atau ditunda sampai putusan itu yang mempunyai kekuatan hukum tetap. artinya tidak ada banding lagi,” tuturnya.
Prof Juanda mengatakan, BPN wajib memperbaiki kesalahannya yang menerbitkan sertifikat atas objek yang disengketakan.
Mantan Wakil Ketua KPK pun merasa heran Menteri ATR/BPN bisa tidak paham tentang update dan perkembangan suatu sengketa hukum objek tanah, sehingga berani mengeluarkan sertifikat sebelum ada putusan inkrah. “Kalau tidak karena sesuatu? Mana ada sengketa tanah bisa selesai dengan adil kalau dilakukan dengan cara-cara tidak dengan proses hukum prudent,” terang Saut.
Saut mengamati, persoalan penerbitan sertifikat, dan juga persoalan penerbitan perizinan, memang menjadi persoalan penyelenggara negara dan penegak hukum dari tahun ke tahun. Disebutnya ribuan surat masuk ke aparat penegak hukum terkait dugaan penyimpangan. Hal ini tidak hanya soal kinerja penyelenggara negaranya saja, tetapi juga soal substansi yang ditangani.
Di kesempatan terpisah, Wakil Ketua KPK Nurul Gufron menegaskan, pihaknya siap berkolaborasi dalam pemberantasan mafia tanah. “Sebab mungkin saja kasus mafia tanah ini ada unsur korupsinya, mungkin saja tidak ada,” terangnya.
Adukan Penyidik
Sementara itu, Maman Suherman (57) mengadu ke Propam Mabes Polri dan meminta perlindungan hukum. Ia merasa diperlakukan dengan tidak adil oleh penyidik Bareskrim Polri. Sebab, ia dilaporkan atas tudingan pemalsuan surat atau akta autentik, dan turut serta.
Warga Tangerang ini mengaku bingung dilaporkan polisi hanya karena mengantar petugas BPN dan pemilik tanah melakukan pengukuran.
“Saya hanya mengantar dan menjadi saksi, tidak tau apa-apa malah dilaporkan ke polisi begini,” ujarnya.
Seingatnya, pada Juni 2018 dirinya ditawari pekerjaan oleh temannya untuk mengantar dan menyaksikan pengukuran tanah di Cakung, Jakarta Timur. Saat itu, ia bersedia karena akan mendapat honor mengantar. Dia merasa ada pihak yang menzaliminya, karena dianggap terlibat pemalsuan surat tanah. Ia mengaku tidak pernah sama sekali melihat surat baik girik, apalagi sertifikat tanah. Pria yang mengidap diabetes ini berharap polisi lebih objektif menangani kasus tersebut.
Sementara Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian Djajadi ogah menanggapi terkait laporan Maman Suherman ke Divisi Propam Polri. “Bukan tugas saya menanggapi (laporan Maman ke Divisi Propam),” kata Andi.
Andi tidak menampik penyidik Subdit II Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim telah menetapkan Maman Suherman sebagai tersangka kasus tersebut. Hanya saja, Andi tidak mau mengungkap siapa yang melaporkan Maman dalam kasus ini.
“Iya betul (tetapkan Maman jadi tersangka). Tunggu waktu release saja, karena yang bersangkutan tidak sendiri,” ujarnya.
Seperti diketahui, sebelumnya Mantan juru ukur BPN Jakarta Timur Paryoto dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) setelah sebelumnya divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Dia disebut terlibat dalam kasus pemalsuan sertifikat, di Cakung yang juga menyeret pemilik PT. Salve Achmad Djufri dan Benny Tabalujan yang saat ini masih dalam status DPO dan berada di luar negeri.
Polda Metro Jaya menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan akta autentik tanah, yaitu Benny Simon Tabalajun selaku pimpinan PT Salve Veritate dan rekannya, Achmad Djufri.
Kemudian, belakangan Paryoto juga terlibat dalam kasus ini. Kasus itu bermula dari laporan polisi yang diterima pada 2018 lalu. Laporan itu terdaftar dengan Nomor: LP/5471/X/2018/PMJ/Ditreskrim, tanggal 10 Oktober 2018.
Namun, belakangan Abdul Halim dan Maman dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan pemalsuan pada 28 Oktober 2020, oleh RA, dengan laporan nomor LP/B/0613/X/2020.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid