Jakarta, Aktual.com – Mantan Tim Reformasi dan Tata Kelol Migas, sekaligus Pengamat Ekonomi dan Energi dari UGM, Fahmy Radhi tak habis pikir dengan sikap korporasi PT Pertamina (Persero) hingga zaman keterbukaan saat ini, namun masih saja menyelenggarakan bisnis secara tidak transparan.
Apalagi selaku perusahaan BUMN, hendaknya perusahaan itu membuka ruang pengawasan kepada publik dan melaporkan benturan yang dialami agar pengawasan publik difungsikan sebagai bentuk jalan penyelenggaraan usaha yang bersih.
Yang paling mencolok dan kasat mata belakangan ini, terlihat pertamina menutup-nutupi hasil evaluasi skandal Glencore yang memasok impor minyak bodong atau tidak sesuai dengan komposisi kesepakatan.
Dalan kasus ini tak dilaporkan nilai kerugian yang dialami Pertamina serta siapa saja yang harus bertanggungjawab dan mesti diberi sanksi.
Begitupun kasus Biosolar campur air, Pertamina juga tidak bersedia membuka nama perusahaan yang menjadi pemasok FAME (fatty acid methyl ester atau produk nabati dalam biodiesel) yang disinyalir telah dicampur dengan air.
Kemudian Pertamina juga tidak mengungkapkan berapa nilai kerugian dan siapa saja yang harus bertanggungjawab atas perihal itu. Demikian kejanggalan-kejanggalan tersebut menjadi pertanyaan bagi publik.
“Ketertutupan dalam tata kelola migas, itu menyebabkan mafia migas akan bermain dengan tata kelola yang lemah dan tertutup itu, kalau itu diolah secara trasparan seperti melihat dalam akuarium, maka semua orang bisa mengawasi dan permainan itu mampu diminimalisir,” ujar Fahmi, Selasa (22/11).
Mengamati dari skandal Glencore dan Biosolar campur air tersebut, menurut dia, hal itu sebagai metode menghilangkan jejak para pelaku pemburu rente yang kejahatannya terendus ke permukaan publik.
“Jadi, dari kasus Glencore dan Biosolar mencampuran air, sikap tertutup Pertamina sebagai cara penghilangan jejak. Mestinya Pertamina harus transparan, yang Glencore apa hukumannya, apakah dia masih ikut tender? Seharusnya dia disanksi. Apa lagi pencampuran air itu,” tandasnya.
(Laporan: Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka