cases of panama papers

Jakarta, Aktual.com – Aksi penghindaran pajak (tax avoidance), belakangan semakin canggih. Sehingga pihak otoritas pajak diminta untuk terus memperbaikinya.

Untuk itu momen terungkapnya skandal Panama Papers (dokumen Panama) harus dijadikan oleh pemerintah untuk mengejar modus-modus tax avoidance itu.

Bahkan di Jerman pada tahun 2009, pernah terungkap nama Gunther sebagai salah satu pengemplang pajak ternyata adalah seekor anjing, bukan nama seorang manusia.

“Itu mengindikasikan aksi tax avoidance dari pengemplang pajak itu sangat masif. Itu juga terjadi di kita. Maka pemerintah jangan terus bersikap lugu, mau dobohingi para pengemplang pajak,” jelas pengamat pajak dari CITA (Center for Indonesia Taxation), Yistinus Parstowo di Jakarta, Sabtu (9/4).

Yustinus melihat, selama ini para pengusaha tertarik untuk menyimpan dananya di negara yang menawarkan tarif pajak rendah atau bahkan tak ada sama sekali pajaknya (tax havens) hanya untuk menghindari bayar pajak di Indonesia.

Menurutnya, tax avoidance ini tak hanya terjadi di Indonesia, bahkan di Amerika Serikat (AS) saja ada praktik seperti ini. “Perusahaan terkenal seperti Apple saja mengemplang pajak Rp250 triliun setiap tahun,” ujar dia.

Makanya, dia meminta Presiden Joko Widodo untuk terus menelusuri dokumen Panama ini dan meminta kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Dirjen Pajak agar mau mengejar nama-nama orang Indonesia di dokumen itu.

“Preiden Jokowi harus meminta PPATK dan Dirjen Pajak agar menelusuri orang-orang Indonesia yang disebut itu,” pintanya.

Untuk itu memang, kata dia, agar lebih cepat prosesnya pemerintah juga bisa merevisi UU Perbankan agar pihak pemerintah bisa masuk ke data rekening para pengemplang pajak itu.

Lebih jauh Yustinus menyebutkan, dalam konteks Panama Papers ini ada tiga kategori perusahaan yang terkait dokumen itu.

Pertama, aksi korporasi murni, dimana seseorang mendirikan perusahaan di negara Tax Havens untuk keperluan, misalnya, menjual obligasi, membeli saham, atau melakukan ekspansi bisnis. Kategori ini merupakan praktik legal.

Kedua, pendirian perusahaan di negara suaka pajak dengan motivasi menyembunyikan aset hasil bisnis ilegal seperti korupsi. Hal ini jelas adalah pelanggaran hukum.

Dan kategori ketiga, mereka yang melakukannya dengan tujuan menghindari pajak, sehingga perusahaan dapat lebih efisien karena membayar pajak lebih rendah.

Modus yang kedua dan ketiga ini, kata Yustinus, biasanya dilakukan pengusaha untuk merahasiakan uang mereka di negara Tax Havens ini.

“Biasanya mereka terdiri dari banyak pengusaha, politisi, dan pejabat menyimpan uangnya di sana. Karena memang mereka tidak mau bayar pajak,” cetus dia.

Dia berharap pemerintah cepat mengambil langkah-langkah untuk merespon skandal Panama Papers ini. “Karena Panama Papers adalah puncak gunung es dari segala permasalahan pajak didunia, termasuk di Indonesia,” pungkas dia.

Artikel ini ditulis oleh: