Jakarta, Aktual.com — Kepala Divisi Pengendalian Program dan Anggran (PPA) SKK Migas, Benny Lubiantara mengungkapkan, anjloknya harga minyak saat ini secara langsung tentu akan berdampak pada aktifitas eksplorasi minyak di tanah air.

“Tentu akan menurunkan kegiatan. Asumsi USD50 per barel saja sudah banyak yang mengalami penurunan, banyak pekerjaan yang dibatalkan, sebagian pekerjaan pemboran sumur, ekspansi kapasitas produksi dan lain-lain terpaksa dibatalkan karena alasan tidak ekonomis untuk dikerjakan”, katanya kepada Aktual.com di kantor SKK Migas, Rabu (13/1).

Benny mengungkapkan, jika realitas harga minyak saat ini dibawah USD30 per barel, maka sudah pasti banyak perusahaan-perusahaan yang menahan investasi barunya. Karena sudah pasti investasi tersebut akan mengalami kerugian. Meski saat ini masih banyak perusahaan yang beroperasi dikarenakan memang perusahaan tersebut sementara berjalan melakukan aktifitas.

“Kalau misalnya harga sudah dibawah USD30 per barel, sudah pasti tidak ada pengeboran baru. Dan sumur-sumur yang beroperasi di laut dipastikan akan banyak yang tutup,” ungkapnya.

Benny menyatakan, bahwa secara umum, harga minyak rendah akan berpengaruh buruk bagi negara net-eksportir minyak, sebaliknyaa harga minyak rendah, baik bagi negara net-importir minyak, termasuk Indonesia.

“Tetapi kesimpulan seperti ini harus disikapi dengan hati-hati, dalam jangka pendek bisa saja harga minyak rendah baik bagi negara net-importir, namun dalam jangka panjang, hal ini bisa menjadi bahaya yang mengancam,” katanya.

Pasalnya, menurut Benny, harga minyak yang rendah dari sisi pasokan akan membuat kegiatan eksplorasi dan produksi menurun, akibatnya produksi nasional cenderung akan menurun dan tambahan cadangan minyak juga tidak ada.

Pada kondisi produksi nasional menurun sementara harga minyak rendah, akan mendorong konsumsi yang boros sehingga permintaan akan terus meningkat.

“Dalam jangka panjang, kesenjangan atau gap antara produksi  dengan permintaan konsumsi akan semakin melebar. Dengan kondisi kesenjangan yang terjadi, konsumsi yang semakin meningkat, pada saat harga minyak kembali naik tentu akan mengancam ketahanan energi nasional,” tuturnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan