Jakarta, Aktual.com — Mantan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU), Slamet Riyanto mengaku jika nama-nama ‘titipan’ Komisi VIII DPR RI periode 2006-2012 adalah untuk mengulur-ulur pembahasan Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) pada 2010.
Pernyataan itu disampaikan Slamet saat bersaksi untuk terdakwa Suryadharma Ali, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/10).
“Dalam pembahasan PPIH, para anggota komisi VIII selalu menanyakan soal permohonan (nama titipan). Disitu dia gunakan sebagai bergaining. Bahkan dalam rapat PPIH itu, mereka (anggota Komisi VIII) bilang, ‘ini mau cepat apa mau lambat pembahsannya?” papar Slamet, di depan Majelis Hakim.
Desakan itu, sambung Slamet, langsung disampaikan ke Menteri Agama saat itu, Suryadharma Ali. Termasuk, soal pendapat Slamet yang mengartikan bahwa desakan Komisi VIII adalah untuk mengulur-ulur Pembahsan PPIH.
“Jadi kami lapor kepada Menag secara lisan. Disaat pembahasan PPIH itu (dengan DPR). Bahwa ada permintaan dari DPR, mengenai petugas, kaitannya dengan pembahasan PPIH ini. Mereka seakan-akan mengulur-ulur waktu,” terangnya.
Setelah mendengar pelaporan itu, Suryadharma pun memerintahkan Slamet untuk mengakomodir permintaan Komisi VIII itu. “Coba diakomodir. Iya dipenuhi,” ujar Slamet sambil menirukan perkataan Suryadharma.
Seperti diketahui, Suryadharma didakwa bersama-sama politikus PPP, Mukhlisin, Ketua Fraksi PPP (sekarang), Hasrul Azwar, Wakil Ketua Komisi IX DPR periode 2014-2019, Ermalena, serta pengawal istri Suryadharma, Mulyanah alias Mulyanah Acim. Mereka diduga telah melakukan beberapa perbuatan melawan hukum hingga telah merugikan keuangan negara.
Beberapa politikus PPP itu disebutkan, lantaran disinyalir menjadi salah satu pihak yang ‘menitipkan’ berbagai nama untuk dijadikan petugas haji pada 2010-2013. Padahal, nama-nama ‘titipan’ tersebut tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang diatur oleh Dirjen PHU.
Setidaknya, sejak 2010-2013 terdapat 50 orang lebih petugas PPIH yang dipilih tanpa melalui proses seleksi, baik hasil rekomendasi Komisi VIII DPR ataupun ‘titipan’ Suryadharma.
Menurut dakwaan Jaksa KPK, pada 2010 ada 37 petugas PPIH yang ditunjuk tanpa diseleksi. Atas penunjukan tersebut, negara harus mengeluarkan anggaran untuk biaya operasional berupa uang harian dan transport yang bersumber dari APBN, yang jumlahnya mencapai Rp 2.555.170.000.
Penunjukan tanpa seleksi itu juga dilakukan pada 2011. Setidaknya pada 2012 terdapat 40 petugas PPIH yang ditunjuk langsung, dengan pendanaan uang harian dan transport dengan total sebesar Rp 2.836.682.400.
Untuk 2012, ada 39 petugas PPIH yang ditunjuk langsung, dan mengeluarkan anggaran dari APBN sejumlah Rp 2.820.779.283.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby