Jakarta, Aktual.com — Pemerintah kembali membuka izin ekspor mineral mentah PT Freeport Indonesia untuk enam bulan ke depan. Padahal, Freeport sendiri hingga saat ini masih juga belum menunjukan perkembangan yang signifikan terkait pembangunan pabrik pemurnian atau Smelter.

Alasan Kementerian ESDM menerbitkan surat rekomendasi ekspor lantaran perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu dinilai telah memenuhi seluruh persyaratan yang dibutuhkan. Satu diantaranya kemajuan proyek fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral mentah (smelter) tembaga yang akan dibuat Freeport di Gresik, Jawa Timur, yang kini perkembangannya diklaim telah mencapai 11 persen.

Meski begitu, Pengamat Energi Marwan Batubara menegaskan bahwa angka 11 persen yang telah dicapai Freeport ini masih terbilang sangat rendah. Mengingat tenggat waktu untuk merampungkan smelter harus dicapai pada 2017 mendatang.

Marwan berharap dalam enam bulan ke depan Freeport harus bisa meningkatkan perkembangan pembangunan smelter-nya hingga angka 30 persen.

“Yah harusnya sih sudah bisa 30 persenlah, sekarang kan baru sebelas. 2017 harus dimurnikan dulu di smelter,” kata Marwan kepada Aktual di Jakarta, Senin (10/8).

Terkait bea keluar, Marwan meminta kepada Pemerintah agar bisa mempertahankan penetapan bea tersebut meski progres smelter telah melebihi dari 30 persen.

“Kita mau kalau bisa angka itu dipertahankan saja, jangan nanti kalau udah 30 persen itu dibuat nol, kalau perlu nanti sampai 80 persen itu tetap saja 5 persen. Kalau perlu naikan,” ujarnya.

Menurutnya, Pemerintah sendiri tidak memiliki ukuran yang tegas soal perkembangan investasi smelter. Tidak ada tuntutan berapakah perkembangan yang harus dicapai perusahaan tambang setiap 6 bulan atau 1 tahunnya.

“Karena kalau mau mengukur bahwa smelter itu harus terbangun 2017, itu kan harus realistis, kalau memang 2017 harus ada, artinya tahun sekarang ini sudah berapa persen? Itu ga ada ukurannya. Masih tanah aja belum jelas. Belom di bayar misalnya. Anda yakin ga itu akan terbangun? Itulah saya sebut peraturan itu di buat fleksibel untuk mengakomodasi kepentingan Freeport,” ungkapnya.

“Saya menganggap itu sudahlah sangat fleksibel juga sangat mengakomodasi kepentingan Freeport,” tandas dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka