Jakarta, aktual.com – Snouck Hurgronje awalnya adalah Teolog yang menjadikan Orientalistik sebagai ilmu-bantu kolonial.
Di antara programnya ialah Nativikasi, yaitu mengembalikan bumiputera kepada kepercayaan (agama) lokal Nusantara, membenturkan hukum adat dengan syariat Islam, membangun stigma dan mengkriminalisasi ulama, sambil mengembangkan tahayul dan mitos-mitos.
Di bidang ekonomi Belanda menampilkan Van Den Bosch akuntan yang sebagai Gubernur Jenderal kekejamannya bukan di medan pertempuran, melainkan pada program Tanam Paksa.
Waktu Diponegoro ditangkap para pengikutnya yang terdiri dari para ulama ditumpas dengan cara kriminalisasi melalui sebutan kecu, rampok, radikalis, ekstrimis.
Kepada mereka juga dikenakan stigma clandestine.
Agama Islam dan perekonomian bumiputera menjadi titik yang paling dihancurkan oleh Belanda. Di Sumatera Islam-ulama coba dilumpuhkan melalui Perang Padri. Kaum ulama dan kaum adatnya kuat, sehingga lahirlah:
“adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah…”.
Di Aceh Snouck Hurgronje bersama Gubernur Jenderal Van Heutsz memecah-belah kaum ulama dan Uleebalang untuk memenangkan perang selama hampir 70 tahun itu. Kalau di Surabaya, 1945, ada satu jenderal terbunuh, dalam Perang Aceh empat jenderal Belanda tewas. Di antaranya Mayor Jenderal J.H.R Kohler yang makamnya terdapat di Banda Aceh.
Snouck Hurgronje bergelar doktor umur 23. Berlayar ke Hindia Belanda setelah jadi penyusup di Mekkah, mengunjungi Aceh, Banten, Cianjur, Garut, Ciamis, Batavia, dan tempat lain. Namanya Abdul Ghaffar alias Gopur, kondang sebagai ulama (palsu).
Orang Belanda menyebut masa VOC dan era Hindia Belanda yang merupakan kurun kolonial sebagai Zaman Keemasan. Disana orang-orang seperti Snouck Hurgronje, Westerling, Pieter Zoon Coen, dikenang secara kontradiktif, tapi yang mengagetkan di BPIP hari ini ada anasir bermindset mirip Snouck Hurgronje yang membenturkan Pancasila dengan agama…
Apakah yang sebenarnya sedang terjadi ?
Kata orang, sejarah masa lalu tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan mata rantai peristiwa yang akan bersambung…
Devide et impera yang merupakan misi abadi kolonialisme tampaknya benar-benar sedang terjadi secara sistemik, seiring dengan sistemiknya kehancuran perekonomian nasional saat ini.
Arief Gunawan, Wartawan Senior.
Artikel ini ditulis oleh:
Eko Priyanto