Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menyatakan perlunya Undang-Undang tentang Penggalangan Dana Publik untuk dipikirkan dalam rangka mencegah terulangnya dugaan penyelewengan dana di Aksi Cepat Tanggap (ACT).
“Selama ini pengaturan terkait hal tersebut baru pengaturan administratif setingkat menteri, kalau tidak salah diatur oleh menteri sosial,” ujar Arsul Sani di Jakarta, Rabu (6/7).
Ia mengatakan bahwa setiap ada kejadian-kejadian yang katakanlah merugikan kepentingan publik dan sudah masuk ke dalam ranah pelanggaran hukum, maka harus ada proses hukum.
Namun ​​pertanyaannya apakah proses hukumnya administrasi atau administrasi dan pidana, maka yang harus menentukan adalah pihak berwenang.
Kalau melihat dalam kasus ACT misalnya, Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan analisa, Arsul Sani yakin pasti PPATK kemudian menghasilkan yang namanya laporan hasil analisa transaksi keuangan.
Kemudian jika dalam laporan hasil analisa tersebut terdapat dugaan tindak pidana apapun, maka PPATK harus menyerahkannya kepada penegak hukum.
“Saya kira kita juga ke depannya agar yang namanya kegiatan amal filantropi justru harus kita dorong, karena bermanfaat bagi masyarakat yang tidak mampu,” ujar Sani.
Namun, kata dia, jangan sampai ada pihak yang memanfaatkan kegiatan filantropi untuk kepentingan memperkaya diri sendiri.
Usulan perlunya undang-undang tentang penggalangan dana publik penting, agar ke depannya tidak terulang kembali kejadian yang terjadi di ACT.
Hukum dan politik harus mengikuti perkembangan zaman, perkembangan yang terjadi saat ini adalah upaya bagaimana mencegah terjadinya penyelewengan dana publik di lembaga filantropi.
Harus ada aturan dan sanksi yang jelas terkait dengan persoalan penggalangan dana publik, maka dari itu undang-undang tentang penggalangan dana publik menjadi penting.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid