Seorang pedagang memotong daging sapi yang dijual di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (29/12). Pemerintah menetapkan kuota impor sapi bakalan sebanyak 600.000 ekor pada 2016 guna memenuhi kebutuhan daging dalam negeri. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/aww/15.

Jakarta, Aktual.com — Ketua Komite Daging Sapi Jakarta, Sarman Simonjorang mengatakan, pemerintah tidak mempunyai data lengkap terkait kebutuhan pasar serta ketersediaan pangan.

“Itu yang selalu saya sampaikan, itu sebetulnya masalah data semuanya,” ucapnya kepada Aktual.com saar dihubungi, Jakarta, Minggu (6/5).

Kadang pun, kata Sarman, di beberapa kementerian tidak memiliki data yang pasti. Masing-masing kementerian memiliki data yang berbeda.

“Kadang data Kementrian Perdagangan, Kemetrian Pertanian, kemenko kadang mereka juga tidak sama datanya berapa konsumsi perkapita,” jelas dia.

Walhasil, pemerintah tidak punya data pasti untuk dijadikan dasar dalam memutuskan suatu kebijakan.

“Kalau datanya ada, maka pemerintah tidak salah mengambil kebijakan. Tapi kalau datanya salah ya salah mengambil kebijakan,” tegas dia.

Ia pun mengkritik sikap pemerintah yang lambat mengambil keputusan untuk membuka kran impor daging saat menjelang Ramadhan. Ia menilai jika keputusan itu sudah terlambat untuk mengantisipasi tingginya harga daging di bulan suci itu.

“Ini, sudah mepet-mepet menjelang ramadhan baru ambil kebijakan. Padahal itu kan sudah gak pas lagi,” tambah dia.

Baginya, keputusan membuka kran menjelang puasa hanya dapat mampu menekan harga daging menjelang Idul Fitri. Pasalnya, proses sejak diputuskan untuk impor hingga datangnya barang minimal membutuhkan waktu dua sampai tiga minggu.

“Itu hanya untuk stabilisasikan menjelang Idul Fitri. Tapi untuk awal bulan puasa ini kelihatan belum, masih stabil tinggi,” ucap Wakil Ketua Umum Kadin DKI Jakarta itu.

Padahal, dua bulan lalu tepatnya 30 Maret, Sarman telah memberikan peringatan kepada pemerintah untuk segera mencari solusi ketersediaan daging sebelum Ramadhan.

“Jadi baru beberapa hari yang lalu diberikan kuota impor. Menurut hemat kami, itu sudah telat, harusnya kan dilakukan dari bulan-bulan yang lalu, gitu lho,” kata dia.

Dengan masuknya barang lebih cepat, lanjut Sarman, masyarakat tidak akan dikagetkan dengan harga-harga bahan pokok yang naik yang hal itu berimbas pada naiknya sejumlah bahan pokoknya lain seperti daging ayam ataupun telur.

“Jadi pasar bisa merespon positif, permintaan ada dan suplainya juga lancar gitu,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid