Petugas mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite ke dalam mobil tanki BBM untuk didistribusikan ke sejumlah SPBU di wilayah Jawa Timur di Terminal BBM Pertamina Surabaya Group, Surabaya, Jatim, Selasa (10/11). PT Pertamina (Persero) menyebutkan realisasi penjualan BBM jenis Pertalite secara nasional sejak akhir Juli hingga Oktober 2015 telah mencapai 178,23 juta liter, dengan pencapaian outlet Pertalite mencapai 1.642 SPBU dari target 1.920 SPBU pada akhir tahun. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/aww/15.

Jakarta, Aktual.com — Pemerintah melalui Kementerian ESDM akan menerapkan pungutan dana ketahanan energi pada komponen harga Premium dan Solar di tahun depan. Akibatnya, penurunan harga BBM pun menjadi tidak terlalu signifikan terasa oleh masyarakat.

Harga Premium dari Rp7.300/liter yang harusnya turun menjadi Rp6.950/liter di harga keekonomiannya, tapi karena ada pungutan dana ketahanan energi sebesar Rp200/liter maka harga Premium jadi Rp7.150/liter.

Sedangkan untuk harga solar dari Rp6.700/liter, yang harga keekonomiannya saat ini adalah Rp5.650/liter sudah termasuk subsidi Rp1.000/liter kemudian diterapkan pungutan dana ketahanan energi Rp300/liter menjadi Rp5.950/liter.

Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) menilai kebijakan yang akal-akalan itu menunjukkan tidak berpihaknya pemerintah pada rakyat.

“Padahal kita tahu bahwa pemerintahan ini ngotot memberlakukan harga pasar pada BBM. Walaupun jelas-jelas melawan amanat konstitusi sebagaimana putusan MK,” kata Analis AEPI Kusfiardi kepada Aktual.com di Jakarta, Jumat (25/12).

Lanjutnya, setelah memaksa melanggar konstitusi, kini di tengah murahnya harga minyak dunia pemerintah mengumumkan harga BBM turun, namun disertai dengan pungutan kepada rakyat.

“Sama saja harga BBM ga jadi turun. Kalau seperti ini, patut diduga, jangan-jangan ini bentuk permainan mafia migas yang jadi temuan satgas anti mafia migas itu,” ujar dia.

Menurut dia, menyikapi kebijakan ini seharusnya DPR segera meminta kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar melakukan audit terhadap pengadaan BBM yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pertamina.

“Kita paham bahwa BBM kita sengaja diimpor karena ada potensi menangguk keuntungan di dalam prosesnya. Mereka yang menikmati itu tentu tak ingin kehilangan keuntungan yang selama ini mereka nikmati,” ujar dia.

Sementara itu, pengamat energi Yusri Usman justru mengaku sudah enggan angkat bicara mengenai kebijakan kontroversi ini. “Susah kita mau komentari kebijakan yang tidak transparan dalam perhitungan harga BBM,” Yusri.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu