Pelalawan, Aktual.com – Ali Wardi, Kuasa Hukum Kepala Desa, EM, yang dijadikan tersangka pelanggaran tindak pidana korupsi oleh Polres Pelalawan, Riau, mengatakan bahwa penegakan hukum atas pengusutan tindak pidana korupsi harus sesuai dengan keadilan.
“Bahasa keadilan itu lebih tinggi dibanding bahasa undang-undang. Tujuan hukum adalah keadilan,” ujar Ali Wardi dalam pernyataan pers, Jumat (4/6).
Pengacara lulusan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan itu mengatakan, terkait penetapan tersangka seorang Kepala Desa di Kabupaten Pelalawan, Riau, terhadap pelanggaran tindak pidana korupsi, dia meminta agar seluruh pihak benar-benar memperhatikan aspek keadilan.
“Karena Klien kami telah mengembalikan seluruh kerugian negara yang dituduhkan kepada kas Desa, dan itu telah diterima oleh penyidik, oleh karena itu kami berharap agar aspek keadilan dikedepandakan dalam mengusut kasus ini,” paparnya.
Selain itu, Ali Wardi menambahkan lagi, tujuan dari diundangkannya UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) adalah mengembalikan kerugian negara.
“Dalam hal ini, kerugian negara telah nihil, maka penegakan hukum pidananya sangat tidak efektif jika perkara harus diteruskan, yang perlu dibenahi adalah perbaikan sistem kedepan agar peristiwa tersebut tidak terulang lagi,” ujarnya.
Maka dari itu, sambungnya, hal ini bisa dipandang sebagai pelanggaran administratif belaka, yang bukan masuk dalam domain tindak pidana korupsi.
Seperti diketahui, seorang Kades di Pelalawan ditetapkan Tersangka sejak medio Mei 2021 lalu oleh Polres Pelalawan. Ia diduga merugikan negara dalam pengelolaan Dana Desa (DD) pada tahun 2018.
Kasus ini ditangani Unit Tipikor Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Pelalawan. Tanggal 23 Maret 2021, Kepala Desa itu telah mengembalikan seluruh dana yang dianggap sebagai kerugian negara sejumlah Rp650 juta.
Pihak penyidik Polres Pelalawan telah membuat surat tanda terima atas penerimaan pengembalian uang kerugian negara tersebut.
“Jadi Klen Kami telah mengembalikan 100 persen seluruh dana yang dianggap sebagai kerugian negara, maka domain pidana dalam hal tindak pidana korupsi, sudah menjadi tidak diperlukan, karena tujuan dari UU tipikor di Indonesia adalah untuk mengembalikan keuangan negara,” terang Ali Wardi lagi.
Hal ini sudah menjadi preseden apik di Indonesia. Sejak jaman Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), tambah Ali Wardi lagi, telah diberlakukan sistem release and discharge (R&D), bagi kasus korupsi dana BLBI. Dan itu sangat efektif dalam mengembalikan kerugian negara.
“Kita berharap adanya budaya hukum agar mendudukkan hukum pidana itu sebagai ultimum remedium (senjata pamungkas) dalam pemberantasan korupsi, bukan sebagai senjata penggebuk, karena yang terpenting adalah membenahi sistem hukum agar pembangunan bisa terus berlanjut,” ujarnya lagi.