Jakarta, Aktual.com – Sejumlah advokat mengajukan permohonan uji materi Pasal 21 UU Tipikor di Mahkamah Konstitusi (MK) yang mempermasalahkan penetapan Frederich Yunadi sebagai tersangka dalam kasus terkait dugaan menghalangi dan merintangi penyidikan kasus e-KTP dengan tersangka Setya Novanto.
Perkara tersebut terbagi menjadi dua permohonan, yakni Perkara Nomor 7/PUU-XVI/2018 yang dimohonkan Khaeruddin serta Barisan Advokat Bersatu yang merupakan pemohon Nomor 8/PUU-XVI/2018.
“UU Tipikor tidak memiliki tolok ukur dan multitafsir,” ujar Kaheruddin di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa (6/2).
Menurut Khaeruddin, hal ini menimbulkan tidak adanya pemaknaan yang jelas bagi seorang advokat yang melakukan pembelaan kepada kliennya terutama ketika proses penyidikan sedang berjalan.
“Ini menyebabkan advokat dalam membela kliennya sewaktu-waktu dapat dianggap melakukan perbuatan mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung, sehingga pasal a quo merupakan norma yang tidak memiliki kepastian hukum,” kata Khaeruddin.
Khaeruddin menambahkan bahwa advokat memiliki hak imunitas yang diatur dalam Pasal 11 Undang Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
“Ketidakjelasan dari ketentuan pasal a quo mengakibatkan pasal tersebut bertentangan dengan prinsip negara hukum,” kata Khaeruddin.
Sementara itu pemohon perkara Nomor 8/PUU-XVI/2018 yang diwakili oleh Victor Santoso Tandiasa berpendapat ketntuan a quo bertentangan secara bersyarat terhadap Pasal 1 ayat (3), Pasal 29D ayat (1) dan(2), serta Pasal 28G UUD 1945.
Menurut Victor, kekuasaan kehakiman seharusnya menjamin advokat untuk bekerja secara bebas, mandiri, dan bertanggung jawab dalam menegakkan hukum sehingga perlu dijamin dan dilindungi oleh UU.
Lebih lanjut Victor menilai bahwa ketentuan a quo dapat diberlakukan kepada advokat namun tidak berlaku pada polisi, jaksa, maupun hakim.
“Sehingga dengan adanya perlakuan yang berbeda, maka terbentuk diskriminasi hukum,” pungkas Victor.
ANT
Artikel ini ditulis oleh:
Antara