Jakarta, Aktual.com — Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mendukung usulan perubahan sistem perdagangan garam dari sistem kuota menjadi sistem tarif yang didengungkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya. Gagasan tersebut dapat membangkitkan kembali industri garam di tanah air yang sudah terpuruk.
Demikian disampaikan Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik, hari ini Selasa (29/9) di Jakarta.
“Peluangnya ada. Skema klasik menghadapi importasi garam bisa melalui dua cara, yakni, tarif dan non tarif,” ujar
Meskipun demikian menurut Riza menggunakan skema tarif akan bertentangan dengan paket kebijakan ekonomi jilid I. Hal ini karena pemerintah justru berencana melonggarkan importasi garam dengan memperpendek rekomendasi impor.
Selain itu, kata Riza mengusulkan, juga harus dilakukan perbaikan sistem perijinan, utamanya dalam rangka meningkatkan akurasi data produksi, konsumsi, dan importasi. Peningkatan kualitas dan kuantitas produksi garam nasional dengan mendekatkan inovasi teknologi ke sentra-sentra garam.
“Perbaikan sistem perijinan dan peningkatan kualitas menjadi sangat penting. Karena, pada dasarnya, menurunnya produksi atau berkurangnya sentra-sentra garam nasional berawal dari ketidakpastian harga jual garam rakyat,” ungkap Riza.
Terakhir Riza meminta agar pemerintah memprioritaskan pembelian garam dari petani. “Belilah harga garam dengan layak. Negara tidak akan rugi jika membeli dengan harga baik,” pungkas Riza.
Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya menyatakan usulan perubahan sistem perdagangan garam dari kuota menjadi tarif akan berdampak positif terhadap percepatan pembangunan industri garam nasional di tengah pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi belakangan ini.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (29/9) mengatakan penetapan sistem tarif akan menjadikan impor garam tak lagi menarik karena berkurangnya keuntungan pengimpor dan adanya persaingan terbuka.
Sementara dalam sistem kuota, harga dapat dikendalikan oleh segelintir pengimpor pemegang kuota.
“Penetapan sistem tarif ini lebih menguntungkan bagi pemerintah pada umumnya, maupun petani garam lokal pada khususnya,” katanya.
Rizal juga mengimbau para pengimpor garam agar tidak manja akibat penerapan sistem tarif. Pasalnya, petani garam telah berpuluh tahun bernasib buruk, sedangkan para pengimpor sudah cukup sejahtera.
“Intinya kita harus berikan keadilan sosial untuk seluruh rakyat petani garam, bukan untuk pengimpor saja,” katanya.
Sebelumnya, mantan Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu mengusulkan perubahan sistem perdagangan garam yang sebelumnya memakai kebijakan kuota, diganti menggunakan sistem tarif.
Dalam rapat koordinasi yang dihadiri Menteri Perdagangan Thomas Lembong, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, dan Menteri Perindustrian Saleh Husin di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Senin (21/9), keempat menteri juga menyepakati pembentukan tim monitoring garam yang terdiri atas KKP, Kemenperin, Kemendag, Kemenko Maritim dan Ditjen Bea Cukai.
Tim gabungan itu bertugas untuk memperkirakan konsumsi garam, produksi garam, dan kebutuhan impor garam khususnya kebutuhan garam industri, serta kebijakan harga garam sampai dengan mengawasi realisasi impor garam.
Rizal menegaskan kelompok kerja itu akan didorong untuk menemukan data yang tepat, sehingga industri garam dalam negeri dapat dibantu.
“Nanti kepolisian juga dilibatkan di sini, buat memonitor apakah masih ada tindakan yang menghambat dan merugikan industri, ini akan kita selesaikan,” ujarnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan