Jakarta, Aktual.com – Menteri BUMN, Rini Soemarno disebut tukang jual asset BUMN dan tidak mengerti urusan negara apalagi urusan holding. Menurut Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan Politik dari Universitas Bung Karno, Salamuddin Daeng, upaya Rini melakukan holding hanya melalui Peraturan Pemerintah (PP) merupakan tindakan keliru dan sebagai bentuk ketidakpahaman.

Dia menjelaskan, untuk membentuk holding harus didahului revisi UU BUMN yang kemudian diikuti revisi UU berkaitan dengan korporasi objek holding.

“Ini menteri lompat-lompat. Holding BUMN harus dimulai dari revisi seluruh UU yang menyangkut korporasi BUMN. Pertama harus perubahan UU BUMN. Kalau mau masuk ke sektor listrik, dia harus merubah UU ketenagalistrikan, kalau mau masuk ke sektor migas, dia harus mengganti UU migas, termasuk sektor perbankan,” kata Daeng saat ditemui di Gedung DPR Senayan Jakarta, Kamis (15/9).

Namun sejauh ini dia menangkap tanda-tanda ketidakpahaman Rini dari upaya holding tersebut. Selain itu dia menilai holding yang dimaksud Rini hanya sebatas untuk mencari pinjaman modal.

“Pertanyaannya apakah Rini Soemarno ini mengerti dengan persoalan ini? Dia inikan tukang, dia tidak menegerti bernegara, dia ini tukang jual BUMN. Seorang tukang, susah disuruh ngurus negara. Dia nggak ngerti UU keternagalistrikan, migas, perbankan, serta UU sistem devisa bebas. Semua harus direvisi dan dikembalikan pada UU Dasar pasal 33, baru kemudian holding,” tandasnya.

Sebagaimana diketahui, melalui kata sambutan yang diwakili oleh Sekretaris Kementerian‎ BUMN, Imam Apriyanto Putro pada acara seminar ‘Sinergi BUMN’, Rini menjelaskan; tujuan holding agar meningkatkan leverage perusahaan sebagai pertimbangan untuk memudahkan BUMN mendapat hutang dalam jumlah besar.

“Holding ini meningkatkan kemampuan leverage BUMN untuk memperoleh pendanaan. Dengan holding kita harap dapat pendanaan dalam jumlah yang besar,” kata Rini di Hotel Dharmawangsa, Kamis (11/8).

Dadang Sah

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan