Menteri ESDM Sudirman Said memberikan keterangan pers tentang pencapaian kinerja Sub Sektor Pertambangan Mineral dan Batu Bara Semester I Tahun 2016 di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (21/7). Kementerian ESDM menyatakan hingga Juni 2016 sebanyak 534 dari 4.023 Izin Usaha Pertambangan (IUP) non Clean and Clear (CnC) atau yang tidak memenuhi peraturan telah dicabut izinnya, sementara itu 1.079 IUP diantaranya telah mendapat rekomendasi dari gubernur setempat untuk mendapat status CnC. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/ama/16.

Jakarta, Aktual.com – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mencermati tindak tanduk Menteri ESDM, Sudirman Said dalam penertiban Izin Usaha Pertambangan non clear and clean (IUP non CnC), hanya menerapkan praktik ‘lempar batu sembunyi tangan’.

Hal ini bisa dilihat dari upaya pengeluaran Permen ESDM No.43 Tahun 2015 tentang kewenangan evaluasi penerbitan IUP di daerah oleh Gubernur. Permen ini dipandang hanya sebatas sarana untuk memuluskan izin yang selama ini bermasalah.

Dikatakan demikian karena peraturan yang sejenis itu sebelumnya telah ada sejak lama, diantaranya; PP 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba dalam Pasal 102, PP 55 Tahun 2010 Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Pertambangan Minerba pada pasal 2 dan 13, begitu juga pada Peraturan Menteri ESDM No.2 Tahun 2014 tentang Pelimpahan Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidang ESDM kepada Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Dalam Rangka Penyelenggaraan Dekonsentrasi.

“Penerbitan Permen ESDM No.43 Tahun 2015 seakan sebuah terobosan, padahal malah dengan Permen itu memberi kewenangan penerbitan IUP dan tambang Non Clean and Clear. Seharusnya Permen itu tidak mesti keluar, pemerintah tinggal menjalankan aturan yang ada. Mengapa pelanggaran IUP yang amburadul selama ini tidak ditertibkan, ini menunjukan pemerintah membabibuta mengeluarkan izin. Makanya permen. No.43 Tahun 2015 hanya upaya ‘cuci tangan’ atas pelanggaran yang berlangsung selama ini tanpa sanksi,” kata Koordinator JATAM Nasional, Merah Johansyah Ismail dalam keterangan tertulis, Selasa (26/7)

Lebih lanjut menurutnya mekanisme CnC terbukti tak mampu mengatasi tambang bermasalah. Dua aspek yang disampaikan oleh Kementerian ESDM yaitu pengecekan administratif keuangan dan pengecekan kewilayahan agar tak tumpang tindih adalah solusi egois yang hanya menguntungkan pemerintah dan pengusaha.

Namu aspek keselamatan rakyat dan lingkungan tidak menjadi unsur yang dipertimbangkan dalam mekanisme CnC ini, buktinya IUP batubara yang menyebabkan 24 anak tewas di kawasannya akibat lubang tambang yang tak direklamasi justru tak dicabut izinnya. Begitu juga IUP PT Citra Buana Seraya di Bengkulu Tengah yang mencipta konflik dengan warga hingga terjadi penembakan 9 warga. Mekanisme ini menurutnya tak lebih dari penghinaan terhadap lingkungan hidup dan keselamatan rakyat.

“Pemerintah melakukan korupsi informasi kolosal dengan tak pernah menyebut external cost atau ongkos sosial dan lingkungan dari izin–izin tambang yang selama ini dibiarkan merusak, tak melakukan reklamasi bahkan kabur dari kawasan-kawasan tersebut,” pungkasnya.

(Dadang Sah)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan