Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) periode 2015-2020 Rosan P. Roeslani (tengah) melambaikan tangan usai penghitungan suara pada Musyawarah Nasional (Munas) VII Kadin di Trans Hotel, Bandung, Jawa Barat, Selasa (24/11) malam. Rosan berhasil 102 suara sementara kandidat lainnya yakni Rachmat Gobel hanya memperoleh 27 suara. ANTARA FOTO/Novrian Arbi/aww/15.

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah Indonesia banyak ikut menandatangani pasar bebas, seperti AS dan negara-negara Pasifik lainnya, juga dengan negara-negara Uni Eropa.

Langkah ini dilakukan pemerintah untuk menggenjot pasar ekspor. Apalagi sejatinya dunia usaha mulai positif, mengingat pada tahun 2025 dapat menggenjot ekspor sebanyak 500 persen. Namun jika pemerintah tidak pintar, bisa jadi Indonesia hanya menjadi pasar ekspor.

“Banyak pihak khawatir kalau ada kerja sama perdagangan bebas, jangan kita hanya jadi pasar impor. Makanya sebelum ditandatangani, pemerintah harus pintar dalam negosiasi,” tegas Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan Roeslani, di Jakarta, Numat (22/7).

Menurut dia, untuk kerja dengan Uni Eropa, pihaknya memang memberikan masukan, antara lain terkait perlindungan kepentingan nasional. Karena meskipun perdagangan itu dibuka secara bebas, tapi pemerintah tetap harus menjaga pasar dalam negeri.

“Artinya, tidak 100 persen dibuka. Tapi ada juga kepentingan kita yang diperjuangkan Pak Jokowi. Jadi mesti dinegokan. Jangan sampai kekhawatiran orang terjadi,” ingat Rosan.

Sejauh ini, kata dia, perdagangan Indonesia ke Uni Eropa dan banyak negara lain, dalam tiga tahun ini menurun. “Tapi memang setelah ada MoU (perdagangan bebas) tarif jadi lebih murah. Selama ini memang pasar ekspor yang belum ada kerja sama lumayan mahal tarifnya,” ujar dia.

Namun demikian, sebelum MoU itu ditandatangani tentu pemerintah punya PR besar untuk menggenjot daya saing sektor industri dalam negeri.

“Jadi kebijakan pemerintah itu harus meningkatkan daya saing. Dan para pengusaha juga harus kreatif. Ayo lah ini ada wake up call,” tegas Rosan.

Kadin juga minta pemerintah agar mempunyai skala prioritas dalam pembangunan industri. Karena saat ini, sektor industri memiliki keterbatasan pendanaan, teknologi, SDM, sehingga semua instansi pemerintah harus satu suara untuk berkolaborasi mengembangkan industri yang bisa menunjang ekspor.

“Selama ini, kita belum bisa menemukan masa keemasan waktu mengekspor natural resources. Kalau dulu banuak komoditas ekspor, sekarang kan belum ada. Kita berharap produk manufaktur yang berkesinambungan yang fluktuasinya tidak tinggi. Dan basisnya juga harus ada di Indonesia,” pungkas Rosan. (Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka