Jaksa Agung HM Prasetyo mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/9). Rapat tersebut membahas evaluasi eksekusi terpidana mati tahap III, dan pola rotasi serta mutasi pejabat struktural di lingkungan kejaksaan. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com- Kejaksaan Agung enggan menanggapi dugaan penyadapan oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan tim kuasa hukumnya terhadap mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dibeberkan dalam persidangan perkara penodaan agama, Selasa (31/1).

“Kita gak komentar,” ujar Jaksa Agung Muhammad Prasetyo di komplek Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (3/2).

Meski begitu, ia tak menampik jika institusinya memiliki alat sadap. Namun korps Adhyaksa tidak diberikan kewenangan oleh undang-undang seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Kita punya alat sadap, tapi tau kapan digunakan. Lain dengan KPK, punya kewenangan kapanpun dia mau, siapapun mau disadap,” tambah Jaksa Agung asal Partai NasDem ini.

Hingga kini aparat penegak hukum kepolisian dan kejaksaan belum mengambil tindakan atas dugaan penyadapan ilegal oleh kubu Ahok terhadap Presiden ke 6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Padahal perbuatan yang dilakukan oleh calon petahana gubernur DKI Jakarta itu berkonsekuensi hukum karena ancaman pidananya 15 tahun penjara sesuai UU Informasi dan Transaksi Elektronik No. 11 Tahun 2008.

Dugaan penyadapan ilegal terhadap SBY terkuak ketika sidang lanjutan kasus dugaan penidaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Pada sidang yang digelar Selasa 31 Januari 2017 kemarin, pengacara Ahok Humprey Djemat mengaku memiliki bukti percakapan telepon antara SBY dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin. Dalam persidangan ke 8 perkara penodaan agama tersebut Ma’ruf dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi fakta.

Laporan: Fadlan Syiam Butho

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby