Beranda Internasional Soal Perkampungan Ilegal WNI di Malaysia, Migrant Watch: Mereka Adalah Korban

Soal Perkampungan Ilegal WNI di Malaysia, Migrant Watch: Mereka Adalah Korban

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah bersama Menteri Sumber Daya Malaysia, Dato' Sri M. Saravanan Murugan menandatangani Nota Kesepahaman mengatur mekanisme satu kanal untuk semua proses penempatan, pemantauan, dan kepulangan PMI di Malaysia, Jakarta, Jumat (1/4) kemarin

Jakarta, aktual.com – Temuan pemerintah Malaysia atas kampung WNI ilegal di Wilayah Negeri Sembilan, pada awal Februari kemarin membuat heboh masyarakat di Indonesia dan Malaysia.  Migrant Watch pun mendesak penanganan kasus tersebut harus dilakukan dengan pendekatan yang humanis karena menganggap kejadian tersebut sebagai akibatb dari kegagalan pemerintah Indonesia dan Malaysia dalam menyediakan kebutuhan formal ketenagakerjaan yang baik.

“Jangan salahkan WNI. Mereka itu adalah korban dari sistem yang tidak becus, yang dibuat oleh pemerintah Malaysia dan Indonesia. Untuk itu, WNI tersebut mesti diperlakukan secara baik-baik dan penanganannya harus pendekatan persuasif dan edukatif. Pemerintah Malaysia tidak boleh sewenang-wenang,” kata Direktur Eksekutif Migrant Watch Aznil Tan dalam keterangan tertulis yang diterima aktual.com pada Jum’at (17/2) kemarin.

Menurut Aznil, persoalan pekerja ilegal masuk ke Malaysia adalah hal yang sudah lama terjadi.  Dan bahkan, ungkapnya, sampai saat ini belum juga ditemukan cara mengatasinya. Aznil Tan menyebut kondisi tersebut terjadi karena belum terciptanya sistem yang efektif dan produktif yang menguntungkan kedua negara.

“Pemerintah belum berhasil membangun sistem yang simbiosi- mutualisme, menguntungkan semua pihak. Pemangku kebijakan kedua negara adalah orang teoritis dan tidak menguasai persoalan di lapangan. Maka wajar sampai sekarang produk sistem dibuat tidak efektif, bahkan jauh api dari panggangnya, alias tidak nyambung,” ketus dia.

Lebih jauh, Aktivis 98 yang sekarang konsen pada isu pekerja migran ini menyampaikan persoalan ini juga disebabkan lemahnya penegakan hukum dan saat bersamaan pemerintah Malaysia cenderung bermain ‘dua kaki’.

“Pemerintah Malaysia mengakui sendiri bahwa ada 70 persen pekerja migran ilegal bekerja di perusahaan peladangan sawit. Ironisnya hanya segelintir perusahan ditindak. Artinya lemah penegakan hukum kepada perusahaan tersebut. Malaysia juga cenderung bermain dua kaki untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di tengah masyarakatnya yang mengalami ‘kiamat tenaga kerja’. Sebab, pada satu satu sisi, Malaysia membiarkan perekrutan secara ilegal. Maka sampai kapanpun, persoalan ini akan terus terjadi,” ujar Aznil.

Sebagaimana diketahui, temuan perkampungan ilegal WNI di Negeri Sembilan tersebut berada dalam hutan yang cukup terisolasi. Direktur Imigrasi Negeri Sembilan Kenneth Tan Ai Kiang mengatakan timnya harus berjalan 1,2 km melalui hutan sebelum mereka mencapai daerah tersebut. Namun, di dalamnya terdapat beberapa fasilitas seperti sekolah dengan kurikulum Indonesia.

Dalam operasinya, pihaknya menahan warga dengan usia antara dua bulan dan 72 tahun. Dari 67 warga Indonesia yang ditangkap, ada 36 orang yang masih anak-anak. Sebelas dari mereka yang ditangkap adalah laki-laki, 20 perempuan dan sisanya anak-anak.

Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia (BHI) Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Judha Nugraha mengatakan 67 WNI penghuni perkampungan ilegal yang ditangkap Malaysia sudah diberi pendampingan hukum.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Megel Jekson