Ketua tim kunjungan Komisi VI Pabrik Rembang Azam Azman Natawijaya (ketujuh dari kiri) berfoto bersama dengan Direktur Enjinering dan Proyek Semen Indonesia Gatot Kustyadji (kelima dari kanan) yang didampingi jajaran direksi dan manajemen lainnnya seusai melakukan kunjungan kerja ke pabrik Semen Indonesia di Rembang, Jateng dan Tuban, Jatim, Sabtu (26/11). Kunjungan tersebut sebagai tindak lanjut atas hasil putusan yang dikeluarkan Mahkamah Agung (MA) terkait izin pabrik Semen Indonesia di Rembang beberapa waktu yang lalu.Pembangunan pabrik Semen Indonesia di Rembang sarat akan kepentingan, baik dari investor maupun pihak lainnya. Sebagai aset milik negara, keberadaan Semen Indonesia harus dilindungi dan didukung. Jangan sampai semen asing ini menguasai pasar kita.progres pembangunan pabrik Semen Indonesia di Rembang per 31 Oktober 2016 telah mencapai 97,1%. Pendirian pabrik dengan rencana investasi sebesar 4.9 triliun ini akan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat Rembang, diantaranya penyediaan lapangan pekerjaan, pengembangan ekonomi masyarakat, pembinaan UMKM, pemenuhan kebutuhan air, peningkatan kesejahteraan, dan pengentasan kemiskinan. AKTUAL/HO

Jakarta, Aktual.com – DPR dengan tegas menyatakan tidak akan menyepakati adanya aturan baru mengenai pengalihan saham BUMN sebagai cikal bakal pembentukan holding. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 72 tahun 2016.

“Kita sudah sampaikan ke Menteri Keuangan yang mewakili Menteri BUMN bahwa Komisi VI dengan tegas tidak menyepakati adanya PP 72 sebagai cikal bakal pembentukan holding,” ujar Wakil Ketua Komisi VI Azam Azman Natawijaya di Jakarta, Rabu (12/4).

Azman menegaskan, pemerintah harus menghapus atau menarik kembali PP 72 tersebut karena cukup berbahaya dan berimbas besar terhadap BUMN.

“BUMN bisa dialihkan ke perusahaan lain jika menggunakan PP 72 tersebut. Bisa ke perusahaan non BUMN bahkan perusahaan asing. Kita tidak ingin menyesal di kemudian hari,” tegas Azam.

Lebih jauh Azam mengungkapkan, mekanisme pembentukan holding haruslah jelas tanpa embel-embel aturan yang bias. Jika menggunakan aturan PP 72 maka yang terjadi di kemudian hari adalah ketakutan BUMN dialihkan ke asing seperti PT Indosat Tbk ketika itu.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid