Sejumlah warga mengamati armada Tol Laut yang tiba di Teluk Tahuna, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Minggu (30/5). KM Caraka Jaya Niaga III-32 yang bermuatan sejumlah bahan pokok berangkat dari Makassar beberapa waktu lalu, melayanidistribusi logistik hingga ke Lirung, Morotai, Tobelo, Ternate, dan sejumlah daerah terpencil di Indonesia Timur. ANTARA FOTO/Adwit B Pramono/pd/16.

Jakarta, Aktual.com – Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) mengeluhkan masih tingginya biaya logistik dan belum efektifnya program tol laut yang selama ini diusung oleh pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).

Dengan kondisi ini berarti pemerintah hanya menerapkan kebijakan lips service. Hanya banyak konsep tapi lemah implementasi. Hal ini sangat disayangkan oleh kalangan pengusaha.

“Pemerintah ini omdo (omdong doang). Satu sisi meminta turunkan cost (logistik). Tapi sisi lain banyak pungutan. Jadi selama pemerintah omdo, maka dunia usaha masih akan ragu-ragu, serius enggak sih pemerintah mau menekan biaya logistik?” papar Ketua Umum ALI, Zaldy Ilham di Jakarta, Rabu (8/2).

Menurut dia, pungutan yang banyak dalam kemasan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) jelas sangat memberatkan, mengingat kalangan dunia usaha juga selama ini membayar pajak.

“Mestinya, dalam dua tahun ini pemerintah harus stop segala macam pungutan. Minimal jangan naik dulu. Apalagi pelakunya itu BUMN dan BUMN sendiri tak bisa dikontrol” ungkapnya.

Untuk itu, kata dia, paket deregulasi kebijakan yang ke-15 nantinya terkaut soal logistik harus betul berdampak positif terhadap penurunan biaya logistik.

“Istilahnya paket kebijakan ini harus nendang (berdampak positif). Sehingga serius menekan biaya logistik. Tapi yang ada, malah banyak pungutan. Di bandara pungutan banyak tapi service tak sesuai. Jadi perbaikan biaya logistik cuma omdo,” kecam dia lagi.

Dia juga mengkritisi kebijakan tol laut yang selama ini menerapkan kebijakan subsidi untuk biaya angkutan barang. Tapi itu dirasa tak efektif. Mestinya yang dikenai itu adalah perusahaan pelayaran dan galangan kapal.

“Kalau subsidi tol laut seperti itu maka engak berdampak jangka panjang. Hanya on the spit. Karena industri pelayarannyang berkembang. Secara citra bagus, tapi secara konsep maritim tak bagus,” kritik dia.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan