Jakarta, Aktual.com — Aktivis Petisi 28, Haris Rusly mengkritik keras Presiden Joko Widodo khususnya projek kereta cepat Jakarta-Bandung yang dikerjakan oleh perusahaan dari China. Haris menilai kebijakan tersebut sangat kontroversial, karena selain tidak menjadi kebutuhan mendesak, proyek tersebut juga tanpa melalui studi kelayakan dan masih bermasalah dari sisi AMDAL.
“Semoga kita tidak sedang dipimpin oleh seorang Presiden yang sedang “gila” dan “kesurupan”, yaitu gila dan kesurupan utang luar negeri, gila dan kesurupan infrastruktur, serta gila dan kesurupan investasi asing, tanpa mempertimbangkan dampak negatif dari kebijakan tersebut terhadap aspek kenegeraan yang lain (aspek ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan),” tukasnya dalam pesan elektroniknya yang diterima oleh Aktual.com Senin (25/1).
Dalam program ini juga sangat jelas bahwa di tubuh pemerintah sendiri terjadi silang pendapat, Menko Maritim Rizal Ramli dan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menilai projek tersebut tidak masuk akal, lantaran jarak tempuh Jakarta-Bandung 145 KM terlalu singkat untuk layanan kereta cepat 250 KM per Jam.
Selain itu Haris melihat potensi ancaman dakam proyek pembangunan kereta cepat karena proyek tersebut bergantung kepada utang luar negeri kepada China.
“Pembangunan infrastruktur yang bergantung sepenuhnya pada utang luar negeri sangat membahayakan, jika China mengalami krisis ekonomi, maka tak hanya projek tersebut yang mangkrak, bahkan Pemerintahan Jokowi-Kalla juga turut mangkrak di tengah jalan. Yang lebih mengerikan adalah nasib rakyat, bangsa dan negara Indonesia yang terlilit utang luar negeri juga terseret turut terbengkalai,” ungkapnya.
Dari itu, dia mengajak rakyat berdoa, agar terhindar dari dampak buruk akibat kelemahan pemimpin dalam memimpin Indonesia. Selain itu dia juga mengingatkan agar publik memperhatikan bahwa telah terjadi penjualan negara yang diselubungi oleh Paket Kebijakan Ekonomi Presiden Joko Widodo.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan