Pengendara sepeda motor mengisi pertalite di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak Umum (SPBU), Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Sabtu (27/1/2018). PT Pertamina (Persero) melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak umum jenis Pertalite sebesar Rp 100 per liter dari harga Rp 7.500 menjadi Rp 7.600 per liter. Kenaikan harga Pertalite menyesuaikan perkembangan harga minyak dunia. Pasalnya, harga BBM jenis ini tidak diatur pemerintah dan murni bisnis dari Pertamina. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti berpendapat gagasan pemerintah menghapus penyediaan bahan bakar minyak (BBM) berangka oktan rendah jenis Premium dan Pertalite membutuhkan sosialisasi yang masif agar masyarakat tidak panik.

Ia pada prinsipnya sepakat dengan langkah pemerintah menghapus BBM tersebut, namun dengan beberapa catatan agar tidak menimbulkan beban bagi masyarakat.

“Penghapusan BBM jenis Premium dan Pertalite tidak bisa dilakukan begitu saja, harus bertahap dengan sosialisasi yang masif agar tidak membuat masyarakat panik dan gaduh ke depan,” kata Roro Esti.

Roro Esti juga mendorong sosialisasi penghapusan BBM jenis Premium dan Pertalite dilakukan seiring dengan pengurangan bertahap pada dua jenis BBM yang memiliki angka oktan (research octane number/RON) 88 dan 90 tersebut.

“Metode sosialisasi juga perlu diperhatikan, dengan konten yang mudah untuk dicerna agar memahami maksud dan tujuan transisi energi yang akan dilakukan,” ujarnya.

Ia juga mengatakan pembahasan penghapusan Premium dan Pertalite sempat dibicarakan Komisi VII DPR dengan Pertamina, namun belum dijelaskan secara matang dan baku.

Roro Esti menambahkan wacana penghapusan BBM berangka oktan rendah ini didasari tujuan negara untuk memenuhi komitmen internasional menekan emisi karbon sebesar 29 persen pada 2030 berdasarkan ratifikasi Paris Agreement, yang sudah dituangkan dalam Undang Undang No 16 Tahun 2016.

Sebanyak 34 persen dari emisi karbon berasal dari sektor energi, sedangkan transportasi menyumbang emisi 8,45 persen.

Penggunaan BBM berkadar oktan tinggi dengan standar Euro 4 juga didukung Peraturan Menteri LHK No 20 Tahun 2017, yang mencantumkan anjuran untuk menggunakan bahan bakar jenis Euro 4, dengan oktan lebih dari 91 untuk mereduksi dampak buruk bagi lingkungan.

Bahan bakar dengan angka oktan 91 ke atas lebih efisien dan memiliki manfaat untuk kendaraan dengan kemampuannya untuk membersihkan endapan kotoran pada mesin hingga menjadi lebih awet dan terjaga dari karat.

Selanjutnya, sesuai dengan amanat konstitusi, Roro Esti juga meminta keterlibatan negara dalam mengatur harga BBM melalui mekanisme evaluasi per tiga atau enam bulan dengan memperhitungkan harga minyak dunia.

Dengan demikian, masyarakat akan terbiasa dengan fluktuasi harga BBM yang ditetapkan pemerintah dan tidak lagi murni mengacu pada harga pasar.

“Hal ini juga berkaitan dengan subsidi BBM yang diharapkan dapat diterapkan untuk salah satu jenis BBM yang nantinya dijual di SPBU,” ujar Roro Esti.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
A. Hilmi