Jakarta, Aktual.com – Sikap berbeda yang dipertontonkan pemerintah terkait dengan data tenaga kerja asing (TKA) Illegal asal Cina yang masuk ke Indonesia terus menjadi perhatian dan kekhawatiran setiap elemen masyarakat.
Pakar Hukum Tata Negara (HTN) dari Universitas Parahyangan, Bandung, Jawa Barat, Asep Warlan Yusuf berpendapat bahwa sebagai lembaga pengawas, DPR RI tidak bisa kemudian hanya berpangku tangan tanpa adanya tindakan kongkrit mengenai persoalan tersebut.
“Ini baik presiden, menakertrans dan juga dirjen imigrasi kemenkumham maupun data-data dari daerah-daerah memberikan informasi yang berbeda soal TKA Cina, karena ini berbahaya untuk kedaulatan negara,” kata Asep Warlan, saat dihubungi, di Jakarta, Senin (26/12).
“Saat ini untuk mendapatkan data yang sebenar-benarnya maka rakyat melalui wakilnya bisa menyelidiki sendiri hal itu dengan penggunaan hak angket,” tambahnya.
Kalau DPR juga membiarkan persoalan yang membuat rakyat khawatir, sambung Asep Warlan, maka DPR harus ikut bertanggungjawab atas apa yang terjadi saat ini dan tidak perlu lagi ada DPR, karena hanya menjadi corong atau tukang stempel pemerintah dan bukan mewakili rakyat.
“Kalau interpelasi itu hak bertanya dan biasanya kalau menyangkut kebijakan saja.Tapi banyaknya TKA asal Cina itu pelanggaran hukum dan oleh karena itu tidak cukup dengan interpelasi tapi harus diusut melalui angket. DPR memiliki kewenangan menyelidiki jika memang informasi dari pemerintah meragukan dan tidak logis,” ujar dia.
Masih dikatakan dia, persoalan TKA Cina adalah persoalan serius karena, menurutnya yang dikatakan legal saja diyakininya belum tentu memenuhi unsur legalitas dari UU Tenaga Kerja.
Belum lagi juga ditambah persoalan adanya tuduhan dari Laode Ida dari Ombudsman yang menegaskan bahwa banyaknya TKA ilegal di berbagai daerah tidak lepas dari adanya perlindungan atau backing dari aparat.
“Ini banyak sekali yang ilegal dan yang legal pun unsur legalitasnya juga saya ragukan karena belum tentu saat ini yang mendapatkan izin kerja itu adalah benar-benar memenuhi persyaratan yang termuat dalam UU seperti soal bahwa yang dapat izin adalah tenaga kerja terampil atau skill labor dan bukan tenaga kerja kasar atau unskill labor, harus ada alih teknologi.Belum lagi persoalan ideologi, keamanan dan sebagainya,” pungkasnya.[Novrizal Sikumbang]
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang
Andy Abdul Hamid