Jakarta, Aktual.com – Tokoh-tokoh pahlawan yang digunakan Bank Indonesia dalam gambar uang pecahan baru tahun emisi (TE) 2016 menjadi viral di dunia maya. Tokoh pahlawan tersebut relatif tak familiar dengan masyarakat dan bahkan diragukan jasa kepahlawanannya.
“Penentuan nama pahlawan di uang pecahan baru itu banyak kriterianya. Dan dipastikan pemilihan nama-nama pahlawan nasional itu dalam launching kemarin sudah dilakukan melalui tahap-tahap yang sangat panjang,” tandas Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara saat dihubungi di Jakarta, Senin (26/12).
Meurut Tirta, Tokoh pahlawan yang dipilih Bank Indonesia dalam uang rupiah tersebut tidak ditetapkan dengan mudah.
“Kami memilih nama-nama pahlawan itu tidak dengan mudah. Ada beberapa usulan terlebih dahulu sebelum kemudian BI menetapkannya,” tegas Tirta.
Setelah nama-nama pahlawan itu disetujuiuntuk digunakan di pecahan uang baru, kata dia, kemudian Presiden Joko Widodo menerbitkan Keputusan Presiden (Kepres)-nya.
Saat ini, nama-nama itu sudah ditetapkan dalam surat Kepres RI Nomor 31 Tahun 2016 tentang Penetapan Gambar Pahlawan Nasional Sebagai Gambar Utama Pada Bagian Depan Rupiah Kertas dan Rupiah Logam Negara Kesatuan Republik Indonesia tanggal 5 September 2016 lalu.
Kemudian, lanjut Tirta, BI juga memastikan penulisan nama pahlawan itu berasal dari lembaga terpercaya termasuk dari Kementerian Sosial Direktorat Sejarah.
“Sehingga untuk foto yang benar, dan penulisannya menggunakan ejaan lama atau tidak itu berdasar wewenang lembaga yang menatausahakan pahlawan nasional itu,” jelas dia.
Sebelumnya Deputi Direktur Departemen Pengelolaan Uang BI, Yudi Harymukti, menegaskan ada beberapa kriteria dalam menentukan nama-nama pahlawan yang digunakan di uang pecahan TE 2016 ini.
Kata dia, ada lima kriteria, pertama, harus betul-betul pahlawan. Kedua, belum pernah digunakan di pecahan uang sebelumnya, kecuali proklamator. Ketiga, keterwakilan daerah. Dalam arti seluruh daerah di Indonesia harus terwakili.
“Tentunya, tanpa memperhatikan faktor latar belakang agama, karena yang penting semuanya pahlawan nasional,” tandas Yudi.
Kemudian keempat, adanya keterwakilan gender, sehingga tidak semua pahlawan laki-laki yang digunakan. Dan yang kelima, harus ada aksesibilitas, yaitu nama pahlawan itu tidak ada kontroversi di masyarakat.
“Jadi untuk menentukan nama pahlawan itu, sudah dikoordinasikan dengan pemerintah baik di pusat maupun daerah, para sejarawan, akademisi, dan para tokoh masyarakat,” jelas Yudi.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan

















