Terlebih lagi, Rizal Ramli memiliki pengalaman menyelamatkan Garuda dari kebangkrutan pada saat menjadi Menko Perekonomian di era Presiden Gus Dur pada 2000-2001.
Saat itu, diakui Rizal, Garuda tidak mampu membayar kredit sebesar USD 1,8 miliar, pembelian pesawat yang di-mark-up dan leasing yg di-mark-up lebih dari 50 persen pada saat rezim Orde Baru. Konsorsium kreditor yang dipimpin bankir Jerman mengancam akan menyita semua pesawat Garuda yang terbang ke luar Indonesia.
Ketika itu, dia mengaku mengancam balik akan mengajukan konsorsium kreditor tersebut ke pengadilan di Frankfurt, Jerman, karena menerima bungaodious interest (bunga najis) dari pembiayaan mark up tersebut. Jika terbukti di pengadilan, maka harga saham dari konsorsium bank tersebut akan turun, harus bayar denda, dan kemungkinan eksekutifnya kena pidana.
Sejumlah ekskutif konsorsium bank tersebut tergopoh-gopoh ke Jakarta dan akhirnya dia ditemui dan meminta damai. Rizal mengaku hanya bisa damai jika dilakukan restrukturisasi kredit USD 1,8 miliar tersebut dengan “token guarantee” (garansi ecek-ecek), yaitu USD 100 juta (5, 5 persen dari total loan), dan indirect melalui bank komersial, bukan dari Kementerian Keuangan supaya negara terhindar dari risiko default.
Konsorsium bank tersebut mula-mula ngotot minta full guarantee (USD 1,8 miliar), tapi akhirnya menyerah terhadap tuntutan darinya. Pada bulan Juli 2015 tersebut Garuda punya masalah besar, karena pembelian pesawat ugal-ugalan dan mark up (yang kemudian terbukti di KPK), jenis pesawat bombardier dan air bus A380.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara