Ribuan Sopir Taxi melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung MPR/DPR/PDP RI, Senayan, Jakarta, Selasa (22/3/2016). Dalam aksinya mereka meminta Komisi V DPR RI menekan pemerintah menutup aplikasi Grab Car dan sejenisnya karena sudah mewadahi Taxi Ilegal dan angkutan umum ber plat hitam ilegal. FOTO: AKTUAL/JUNAIDI MAHBUB

Jakarta, Aktual.com – Sopir taksi yang melakukan aksi unjuk rasa di Jakarta, Selasa (22/3), mengaku ikut melakukan aksi, karena mereka merasa dirugikan. Hal ini karena masi beroperasinya angkutan berbasis aplikasi.

Selain itu, ada kabar bahwa, pengerahan massa sopir angkutan umum hari ini, karena mereka mendapatkan bayaran.

“Kita lakukan ini buka karena bayaran atau hal lainnya, kita begini karena kita merasa di rugikan,” kata salah seorang sopir taksi Doni (31) kepada Aktual.com di Jakarta Selatan, Selasa (22/3).

Doni mengungkapkan, aksi yang dilakukan dirinya dan kawan-kawannya pada hari ini, merupakan aksi lanjutan yang pernah dilakukan sebelumnya, karena pemerintah belum memberikan keputusan yang sesuai dengan tuntutan mereka.

“Coba minggu kemarin kita juga sudah demo, tapi apa sampai saat ini nggak ada kejelasan sama sekali. Jujur saja sebenarnya semenjak ada transportasi online penghasilan kita berkurang. Apa pemerintah mikir sampai sana, apa owner-owner transportasi online juga mikir sampai sana, nggak kan,” ungkap Doni kesal.

Selain Doni, seorang sopir taksi lainnya, Hakim (34), mempertanyakan masi beroperasinya angkutan umum berbasis aplikasi, meski Menteri Perhubungan telah menetapkan bahwa angkutan tersebut ilegal.

“Kan transportasi online itu belum disahkan juga sama pemerintah, terus kenapa bisa mereka beroprasi dengan tenang ya?” katanya bertanya.

“Katanya Indonesia punya undang-undang pastinya ada dong undang-undang tentang transportasi juga,” ucap menambahkan.

Sebelumnya, massa sopir angkutan umum mulai dari sopir taksi, sopir angkot sampai sopir bajaj, melakukan aksi di wilayah Jakarta. Mereka menuntut agar angkutan beraplikasi seperti Uber Taksi dan Grab Car, dinonaktifkan, karena ilegal dan merugikan. Namun, Kemenkominfo belum meu mendengarkan tuntutan dan perintah dari pihak lainnya, seperti Kemenhub.

Artikel ini ditulis oleh: