Foto udara kawasan reklamasi di Teluk Jakarta, Rabu (11/5). Pemerintah telah memutuskan moratorium reklamasi Teluk Jakarta hingga enam bulan mendatang sambil membuat rencana induk holistik, terperinci dan mendalam terkait proyek pembangunan Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (National Capital Integrated Coastal Development/NCICD) atau Proyek Garuda yang lebih dikenal dengan nama tanggul laut raksasa. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/ama/16.

Jakarta, Aktual.com — Dirjen Penegakkan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani, meminta PT Muara Wisesa Samudera (MWS) selaku pengembang Pulau G untuk berkoordinasi dengan PT PLN, PT Nusantara Regas dan PT Pertamina Hulu Energi, terkait Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) Pulau G.

“PT Muara Wisesa Samudra harus melakukan koordinasi dengan beberapa objek vital diantaranya PT PLN dan yang berkaitan dengan kegiatan reklamasi,” kata Ridho, Rabu (11/5).

Hal itu lantaran keberadaan Pulau G berdekatan dengan PLTG Muara Karang. Dimana, Keberadaan Pulau G sangat dekat dengan pipa energi yang tertanam di Teluk Jakarta.

Sehingga, kata Ridho, koordinasi yang harus dilakukan sejumlah pihak tadi untuk mengawasi kinerja penggelaran material reklamasi, perbaikan metode serta perbaikan teknik sedimen. Untuk jangka waktunya sendiri, KLHK memberikan tenggat waktu maksimal 14 hari.

“Karena letak Pulau G, besinggungan dengan jalur pipa gas dan listrik,” tutur Ridho.

Selain melakukan koordinasi, MWS juga harus mengelola dampak lingkungan yang telah dan akan terjadi selama penghentian seluruh kegiatan operasional. Hal itu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tertanggal 10 Mei 2016 Nomor SK.355/Menlhk/Setjen/Kum.9/5/2016 tentang pengenaan sanksi administratif berupa penghentian sementara seluruh kegiatan Muara Wisesa pada Pulau G di Pantai Utara Jakarta.

“Mereka harus bertanggung jawab untuk mencegah dampak lingkungan yang terjadi. Apabila perusahaan tidak melakukan sesuai surat keputusan maka akan kena sanksi lebih berat,” jelas dia.

Selain itu, MWS juga harus memenuhi beberapa kewajiban lainnya, yakni perubahan dokumen dan izin lingkungan yang tidak sesuai dengan pelaksanaan pengerjaannya.

“Ada beberapa kewajiban yang harus dipenuhi mencakupi perubahan dokumen dan izin lingkungan atas ketidaksesuaian seluruh kegiatan yang dilakukan oleh Muara Wisesa Samudera,” ungkapnya.

“Kemudian mitigasi sumber material urug, serta terkait dengan kajian lingkungan hidup strategis harus disesuaikan dan dokumen yang harus diubah nantinya,” sambung Ridho.

Mengenai material uruk, Ridho meminta MWS untuk dapat menjelaskan secara rinci jumlah besaran material pasir uruk yang digunakannya serta asal material tersebut.

“Perusahaan harus sampaikan ke Kementerian LHK dari mana sumber material yang digunakan untuk bahan reklamasi dan juga pengambilan material akan berdampak pada tempat lain. Mereka harus jelaskan agar kita bisa pastikan dampak yang terjadi,” tandasnya.

Penghentian sementara Pulau G ditandai dengan pemasangan papan plang Surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tertanggal 10 Mei 2016 Nomor SK.355/Menlhk/Setjen/Kum.9/5/2016.

Sebelumnya, KLHK di hari yang sama juga memberhentikan sementara operasional proyek reklamasi di Pulau C dan D yang dikerjakan oleh PT Kapuk Naga Indah.

Artikel ini ditulis oleh: