Labuan Bajo, Aktual.com – Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga (PKO), Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, menggelar sosialisasi asesmen kompetensi minimum (AKM) tingkat sekolah menengah pertama (SMP) dengan menghadirkan Dosen Universitas Indonesia (UI), Frans Asisi Datang dan Doansi Tarihoran.
Selain kedua pembicara tersebut, hadir pula Korwas SMA-SMK dan SLB Kabupaten Manggarai Barat, Paulus Hansko, dan Albertus Kabung untuk memberikan sosialisasi AKM kepada 142 guru, baik swasta mupun negeri di Manggarai Barat. Acara berlangsung pada 15-19 Juni 2021 kemarin.
Kegiatan ini dilaksanakan di SMPK St. Ignatius Loyola, merupakan program Menteri Pendidkan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Nadiem Makarim untuk menggantikan Ujian Nasional (UN) dengan Asesmen Nasional.
Di dalam asesmen nasional itu ada tiga instrumen, yakni: asesmen kompetensi minimum (AKM), survei karakter, dan survei lingkungan belajar.
“AKM di tingkat SMP secara nasional dilaksanakan pada bulan September mendatang,” ungkap Kasi Kurikulum dan Penilaian Dinas PKO Mabar, Adrianus Abut.
Dosen Universitas Indonesia, Frans Asisi Datang kepada media ini menyampaikan bahwa asesmen nasional merupakan asesmen yang dilakukan untuk pemetaan mutu pendidikan pada semua satuan pendidikan (sekolah), serta program kesetaraan jenjang dasar dan menengah.
AKM sendiri merupakan penilaian kompetensi mendasar yang diperlukan oleh semua murid untuk mampu mengembangkan kapasitas diri terutama berpikir logis-kritis.
“Pemerintah menghapuskan ujian nasional karena banyak problem. Untuk mengganti itu, pemerintah mengganti dengan asesmen itu merupakan tes kemampuan secara nasional. Tes itu hanya dua bidang yaitu literasi dan numerasi. Literasi itu berkaitan dengan pemahaman bahasa Indonesia. Sedangkan numerasi itu berkaitan dengan matematika dan IPA,” ungkap Frans.
Frans pada kesempatan itu juga menyoroti kualitas pengajar di Indonesia, khususnya Manggarai Barat. Menurutnya kompetensi guru-guru Indonesia maupaun Manggarai Barat, masih berada pada tingkat yang sangat rendah, sedangkan untuk menciptakan murid-murid yang cerdas dan berkualitas sangat bergantung pada pengajar yang kompeten, kreatif, dan inovatif, sehingga murid lebih mendalami pelajaran dan lebih fokus dalam proses pembelajaran.
“Guru-guru kita cenderung menjelaskan pengetahuan-pengetahuan yang cenderung membutuhkan hafalan siswa dibandingkan berpikir logis-kritis,” jelasnya.
Kendati AKM merupakan program nasional, Paulus Hansko selaku Korwas SMA, SMK, dan SLB Kabupaten Manggarai Barat masih pesimis apabila kesenjangan infrastruktur dan jaringan di Indonesia masih berlum merata.
“Memang infrastruktur dan jaringan sangat perlu untuk kegiatan AKM. AKM ini berbasis komputer. Pemerintah mesti memikirkan hal ini, terutama di Manggarai Barat,” tuturnya.
Namun, perlu disadari, kegiatan sosialisasi AKM sangat penting bagi guru-guru di setiap satuan pendidikan dalam menentukan kemajuan pendidikan di Indonesia.
“Kegiatan ini bertujuan untuk melatih guru dalam menyusun soal yang berstandar AKM. Ada pun standar AKM yang dimaksudkan adalah AKM numerasi dan literasi. Sebagai guru IPA, saya fokus di AKM numerasi,” ungkap Ivon Hormat, guru SMPK St. Ignatius Loyola.
Selain konteks soal, level kognitif yang memenuhi standar, soal AKM adalah knowing, applying, dan reasoning.
“Kegiatan ini sangat membantu guru dalam menyusun soal dengan pengetahuan yang luas serta membantu siswa untuk berpikir kritis. Selain itu, kegiatan ini juga diharapkan agar setiap guru dapat menguasai materi dan mentransferkan pengetahuan kepada siswa dengan baik,” tutupnya.
Untuk diketahui, survei tahun 2018, The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mengumumkan hasil survei Programme for International Student Assesment (PISA) yang menyatakan bahwa, siswa Indonesia berada pada peringkat yang sangat rendah pada ketiga kategori yang ada yaitu matematika, sains dan membaca (literasi).
Pada kategori membaca, Indonesia mendapatkan peringkat 6 terendah (73 dari 79 negara) dengan skor rata-ratanya adalah 371 yang berarti mengalami penurunan jika sebelumnya pada tahun 2015 berada pada peringkat ke-64.
Pada kategori matematika, Indonesia menempati peringkat ke-7 paling rendah (72 dari 79 negara) dengan skor rata-ratanya adalah 379 yang berarti juga mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2015 Indonesia berdiri pada peringkat 63.
Kategori terakhir yaitu sains, Indonesia berada pada peringkat ke-9 terendah (70 dari 79 negara) dengan skor rata-ratanya adalah 396, pada kategori ini Indonesia juga mengalami penurunan dari tahun sebelumnya tahun 2015 Indonesia berdiri di peringkat 62.
(Florianus Jefrinus Dain)
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin