Kendaraan pemudik memadati pintu keluar gerbang tol Cipali, Palimanan, Cirebon, Jawa Barat, Selasa (14/7) malam. Puncak arus mudik tahun ini diperkirakan terjadi pada H-3 malam hingga H-2 Lebaran. ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/asf/foc/15.

Jakarta, Aktual.com – Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Paulus Wiroutomo mengatakan tren mudik menyambut lebaran yang terus meningkat disebabkan oleh belum meratanya perekonomian di Indonesia.

Sampai saat ini, lanjut Paulus, kesenjangan antara kota dan desa masih terlalu jauh yang menyebabkan orang-orang berbondong-bondong ke kota besar.

“Di Indonesia terutama di Pulau Jawa, kesenjangan antar desa dan kota, bahkan kota kecil dan kota besar masih jauh. Apabila bisa dikurangi maka aliran manusia yang bergerak lebih tersebar,” kata Paulus saat di Jakarta, Kamis (16/7).

Menurut Paulus, momen mudik menjelang hari raya idul fitri berdampak besar karena perekonomian Indonesia masih terpusat di Jakarta.

“Jika di Indonesia penyebaran kemajuan ekonomi lebih tersebar, misal kota kecil itu juga berkembang, maka orang akan cari kerja di kota tersebut tidak perlu ke Jakarta,” tutur Paulus.

Paulus menilai, tradisi mudik tidak akan pernah bisa dihentikan.

“Sebagai tradisi, mudik tidak akan bisa dihentikan. Meskipun sekarang ada skype, tetapi tidak ada yang pernah bisa mengalahkan pertemuan dan tatap muka. Hight touch tidak akan dikalahkan oleh high tech. Setinggi apapun teknologinya. Itu adalah dorongan kebutuhan dasar manusia,” jelas Paulus.

Oleh karena itu, menurut Paulus, selain perekonomian harus merata maka pemerintah juga harus mempersiapkan infrastruktur yang lebih menunjang.

Artikel ini ditulis oleh: