Selain direksi, kata dia, ada dewan komisaris yang menurutnya harus melakukan pengawasan langsung terhadap jalannya perusahaan. Dewan komisaris seharusnya bisa mencegah terjadinya kesalahan tata kelola pihak direksi.

Namun penolakan para SP ini terhadap kerja sama JICT dengan Pleiondo II dan Hutchison Port Holding (HPH) itu, kata dia, pekerja malah dicap musuh negara.

“Anehnya, direksi malah getol wanprestasi dan mempolitisasi hak-hak pekerja. Para Direksi JICT semakin represif dan menyudutkan pekerja yang menolak perpanjangan kontrak. Padahal sejak 2014, para pekerja sudah memperjuangkan aset bangsa JICT agar kembali dikelola Indonesia di tahun 2019 nanti, demi terwujudnya visi kemandirian nasional Presiden Jokowi,” jelas Firman.

Unjuk rasa ini juga menghadirkan perwakilan pekerja pelabuhan dari seluruh Indonesia. Mereka menyatakan siap mendukung pekerja JICT yang akan mogok kerja mulai 3-10 Agustus 2017 menuntut pemenuhan hak yang telah dilanggar Direksi JICT dengan dalih perpanjangan JICT picu perusahaan lakukan efisiensi besar-besaran.

“Jika perpanjangan JICT tidak ada nilai tambah untuk negara dan pekerja serta malah membebani perusahaan, lalu untuk apa diperpanjang itu?” ujar Firman.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan