Jakarta, Aktual.com – Kuasa huku PT Artha Bumi Mining (PT ABM) secara resmi mengadukan penerbitan Surat Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Polda Sulawesi Tengah kepada Komisi Percepatan Reformasi Polri (KPRP). SP3 tersebut dinilai tidak sah, bertentangan dengan hukum acara pidana, serta mengabaikan Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Palu.
Perkara ini berawal dari dugaan pemalsuan Surat Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Dirjen Minerba Kementerian ESDM Nomor 1489/30/DBM/2013 yang digunakan sebagai dasar penerbitan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) PT Bintang Delapan Wahana.
“Surat tersebut telah dinyatakan palsu oleh berbagai instansi negara, termasuk Kementerian ESDM, Dirjen Minerba, Kemenko Marves, dan Pemerintah Daerah,” kata Kuasa hukum PT ABM Teguh Satya Bhakti, dalam keterangannya, Rabu (17/12/2025).
Teguh menjelaskan, penyidikan atas laporan PT ABM telah berjalan sejak 2023, melibatkan puluhan saksi, ahli pidana, ahli forensik, penyitaan dokumen, penetapan tersangka, hingga penahanan. Bahkan, status tersangka telah diuji melalui Praperadilan dan dinyatakan sah berdasarkan Putusan PN Palu Nomor 8/Pid.Pra/2025/PN Pal.
“Namun pada 31 Oktober 2025, penyidik justru menerbitkan SP3 dengan alasan tidak cukup bukti. Ini aneh karena SP3 tanpa adanya novum, dan bertentangan dengan KUHAP, peraturan Kapolri, putusan Praperadilan, serta hasil laboratorium forensik Polri,” kata Teguh.
Teguh pun menyampaikan, penerbitan SP3 ini melukai kepastian hukum, mencederai wibawa pengadilan, dan berpotensi melanggengkan praktik penggunaan izin pertambangan berbasis dokumen palsu, termasuk di kawasan hutan negara.
“Melalui pengaduan ini ke KPRP, kami meminta KPRP melakukan evaluasi dan rekomendasi korektif terhadap proses penyidikan yang dinilai menyimpang tersebut,” papar Teguh.
Teguh juga menyebutkan, kasus ini berdampak luas terhadap iklim investasi nasional, reformasi Polri, perlindungan kawasan hutan, dan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.
“Penegakan hukum tidak boleh berhenti ketika bukti telah cukup dan putusan pengadilan telah menguatkan proses penyidikan,” tegasnya.
Selain melaporkan ke KPRP, tim kuasa hukum PT ABM juga mengadukan perkara tersebut ke Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) pada Selasa (16/12/2025) kemarin. Aduan ini bertujuan agar Satgas PKH mengaudit investigasi keabsahan izin operasi PT Bintang Delapan Wahana.
“Kami hari ini mengadukan ke Satgas PKH bahwa izin PT Bintang Delapan Wahana palsu. Fakta pemalsuan ini telah dikonfirmasi melalui berbagai surat resmi kementerian, keputusan pencabutan dan penataan izin oleh pemerintah daerah, serta Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara,” kata salah satu anggota kuasa Hukum PT ABM M Ratho Priyasa, dalam keterangan persnya, Jakarta, Selasa (16/12/2025).
Dengan pelaporan ini, kata Ratho, pihaknya meminta Satgas PKH untuk melakukan intervensi kebijakan dan supervisi lintas kementerian. “Kami juga memohon Satgas PKH untuk melakukan audit investigatif keabsahan izin PT Bintang Delapan Wahana,” paparnya.
Ratho juga menyampaikan, pihaknya juga meminta Satgas PKH untuk melakukan koordinasi penegakan hukum di tingkat pusat dan melakukan pengamanan kawasan hutan terdampak dari izin palsu tersebut.
Aktual.com mencoba mengkonfirmasi dan meminta klarifikasi terkait perkara ini ke PT Bintang Delapan Wahana melalui saluran surat elektronik [email protected], dan mencoba berkirim surat melalui situs bintangdelapan.com, namun hingga berita ini ditayangkan belum ada balasan atau klarifikasi apapun.
PT Bintang Delapan Wahana merupakan bagian dari Bintang Delapan Group, salah satu grup pertambangan terbesar di Indonesia, terkait erat dengan PT IMIP (Indonesia Morowali Industrial Park) di Morowali Sulawesi Tengah.
Artikel ini ditulis oleh:
Eroby Jawi Fahmi















