Madrid, Aktual.com – Pemerintah Spanyol menganggarkan 30 juta euro atau sekitar Rp 500 miliar untuk menangani pengungsi yang datang ke negara itu.
Uang setengah triliun rupiah itu untuk pembiayaan awal penanganan kedatangan pengungsi dari Laut Tengah, mulai dari gaji petugas, pengadaan selimut, makanan, proses identifikasi, hingga penentuan pemberian status suaka, kata juru bicara kantor perdana menteri.
Madrid membuka sebuah pusat penerimaan sementara di Andalusia, sebuah kawasan yang hanya dipisahkan oleh Selat Gibraltar selebar 14 km dari Afrika pada Senin (30/7) kemarin.
Saat mengunjungi tempat penampungan berkapasitas 700 orang itu, Menteri Ketenagakerjaan Magdalena Valerio menyebut imigrasi sebagai sebuah fenomena yang tidak bisa dihentikan.
“Kebijakan migrasi harus ditanggung bersama leh seluruh negara Eropa. Mereka harus ikut terlibat,” kata dia.
Sepanjang dua bulan berkuasa, Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez yang berasal dari Partai Sosialis menunjukkan sikap lunak dengan menerima ratusan pendatang dari Laut Tengah.
Pemerintahan Sanchez mengatakan bahwa perdana menteri sebelumnya telah membuat Spanyol tidak siap mengantisipasi arus besar migrasi, yang menurut data badan pengungsi PBB UNHCR telah mencapai 24.000 orang sepanjang tahun ini.
Spanyol sendiri memang menjadi negara baru yang menjadi tujuan manusia perahu dari Afrika. Sikap tersebut membuat Uni Eropa bernafas lega karena negara anggotanya masih bertengkar soal cara menangani pendatang.
Sementara itu, Italia, yang sebelumnya menjadi tujuan utama para imigran perahu dari Afrika, telah kedatangan 18.300 orang pada periode yang sama. Pemerintah baru di negara itu melarang organisasi penyelamat migran memarkir kapalnya di pelabuhan Italia.
Di sisi lain, seteru politik Sanchez dari sayap kanan mengatakan bahwa kebijakan baru sang perdana menteri akan menjadi “faktor penarik” insentif bagi para migran untuk terus datang ke Eropa, sehingga akar persoalan di Afrika tidak terselesaikan.
“Ketimbang membicarakan faktor penarik, kita seharusnya mengritik kekurangan antisipasi dari pemerintahan sebelumnya, yang tidak berbuat apa-apa terhadap kenaikan angka kedatangan, sehingga memaksa pemerintahan sekarang memutuskan kebijakan darurat,” demikian kantor perdana menteri.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan