Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) melakukan aksi di depan kantor Freeport Indonesia, Jakarta, Senin (20/3/2017). Dalam aksinya para mahasiswa Papua mendesak agar PT Freeport untuk segera angkat kaki dari tanah Papua dan kembali kan kepada orang Papua. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan (PUK SP-KEP) SPSI PT Freeport Indonesia mengklaim produksi konsentrat perusahaan pertambangan Amerika Serikat di Kabupaten Mimika, Papua, mengalami penurunan drastis akibat aksi mogok para pekerjanya. Aksi mogok ribuan karyawan sejak 1 Mei 2017 berpengaruh besar terhadap pencapaian target produksi konsentrat perusahaan.

“Kalau perusahaan mengklaim bahwa karyawan yang sekarang mogok hanya sekitar 1.000 sampai 2.000-an orang, pertanyaan kami mengapa produksi perusahaan sekarang tidak tercapai. Kenyataan saat ini cadangan konsentrat Freeport sudah menipis karena hanya mengandalkan stok file untuk dikirim ke pabrik pengolahan (pabrik pengolahan konsentrat PT Freeport berada di Mil 74 Tembagapura),” ujar Anggota Tim Advokasi PUK SP-KEP SPSI PT Freeport Tri Puspita di Timika, Selasa (16/5).

Dari laporan yang diterima SPSI, demikian Tri Puspita, stok bahan baku dari tambang permukaan maupun tambang bawah tanah yang akan dikirim ke pabrik pengolahan biji di Mil 74 akan habis sama sekali dalam pekan ini.

“Kami rasa minggu ini sudah tidak bisa bergerak sama sekali. Kemungkinan perusahaan tidak bisa lagi berproduksi,” ujar Tri.

Sesuai data SPSI, jumlah karyawan permanen Freeport yang kini ikut aksi mogok kerja bersama di Timika mencapai sekitar 7.000-an orang dari total sekitar 12.000-an karyawan permanen PT Freeport.

“Jika perusahaan mengklaim bahwa yang ikut mogok kerja hanya sekitar 2.000-an orang, berarti masih ada sekitar 9.000-an orang yang masih bekerja. Kalau demikian, tentu karyawan yang masih bekerja bisa mencapai target produksi, tapi kan ternyata tidak demikian,” jelas Tri Puspita.

Menurut dia, aksi mogok kerja bersama karyawan PT Freeport yang didukung oleh 14 PUK SPSI perusahaan-perusahaan privatisasi dan kontraktor Freeport sangat mempengaruhi kinerja perusahaan itu dalam waktu satu bulan terakhir.

“Secara umum tentu sangat berpengaruh karena selama ini Freeport mengandalkan kontraktor dan privatisasi untuk mensuport,” ujarnya.

Pihak Serikat Pekerja PT Freeport meminta Pemkab Mimika melalui Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Perumahan Rakyat setempat agar mengawasi ketat penerapan kebijakan outsourching dan magang yang dilakukan oleh manajemen PT Freeport selama karyawan mogok kerja.

“Setahu kami ada banyak pelanggaran yang dilakukan oleh Freeport dalam hal ‘outsourching’ dan pemagangan. Kami menyayangkan sikap Disnakertrans-PR Mimika yang selama ini terkesan masa bodoh dengan kebijakan yang diambil perusahaan,” ujarnya.

“Padahal surat edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor 9 tahun 2013 sudah jelas mengatur bahwa setiap perusahaan khususnya pengguna tenaga kerja dan pemborongan kerja wajib melaporkan ke instansi ketenagakerjaan alur-alur mana saja yang bisa dioutsourchingkan,” jelas Tri.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Eka