Nusa Dua, Aktual.com – Pemerintah Indonesia sebagai tuan rumah Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional-Bank Dunia (IMF-WB) di Nusa Dua, Bali 2018, pada hari pertama penyelenggaraan, Senin (8/10), masih disibukkan dengan penegasan kembali bahwa kegiatan itu bukan dalam rangka mencari pinjaman ke IMF maupun pemborosan dana.
Dengan menjadi tuan rumah kegiatan organisasi keuangan terkemuka di dunia itu, juga tidak berarti pemerintah Indonesia lupa dengan penanganan korban gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah (Sulteng) dan di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Pemerintah juga memastikan kembali bahwa banyak keuntungan yang bakal diperoleh pemerintah Indonesia, khususnya Provinsi Bali, berkaitan dengan ditunjuknya Indonesia menjadi tuan rumah kegiatan tahunan IMF-WB yang selalu diperebutkan oleh negara-negara anggota.
Sejumlah pejabat Indonesia seperti Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulayani Indrawati dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut B Pandjaitan, selaku Ketua Panitian Nasional Pertemuan Tahunan IMF-WB 2018, menegaskan sikap pemerintah Indonesia itu menyusul munculnya polemik tersebut.
Bahkan Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde juga turut bersuara memastikan bahwa Indonesia tidak mencari utang dari lembaga yang dipimpinnya.
“Apakah melalui ajang ini (Pertemuan Tahunan IMF-WB), Indonesia mau pinjam IMF? Tidak,” kata Sri Mulyani saat memberikan pengarahan kepada media mengenai persiapan Pertemuan Tahunan IMF-WBG 2018 di Westin Resort Bali International Conference Center (BICC), Senin (8/10) kemarin.
Menurut mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu, IMF merupakan institusi yang hanya melakukan pinjaman bagi negara yang mengalami krisis neraca pembayaran. Sementara saat ini kondisi ekonomi Indonesia dalam keadaan baik.
Jika dikaitkan dengan perekonomian dunia, Sri Mulyani mengakui bahwa memang tengah mengalami penyesuaian, namun hal itu tidak berarti membuat Indonesia mengalami kondisi krisis.
Menkeu minta agar masalah utang ini tidak dijadikan isu karena Indonesia memang tidak mencari pinjaman dari IMF.
Menurut dia, keterlibatan Indonesia sebagai anggota IMF merupakan bagian dari dinamika sebagai bagian dari warga dunia, sama seperti keanggotaan suatu negara di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Grup Bank Dunia.
Sementara Christine Lagarde memastikan Indonesia saat ini tidak membutuhkan bantuan maupun pinjaman dari IMF karena kondisi ekonominya dalam keadaan baik.
Pinjaman dari IMF bukan pilihan, karena ekonomi Indonesia tidak membutuhkannya, kata Lagarde dalam pernyataan yang diterima di Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10).
Menurut Lagarde, pengelolaan ekonomi Indonesia saat ini telah dilakukan dengan optimal melalui koordinasi antara pemerintah, Bank Indonesia maupun pihak-pihak terkait.
Pemerintah berhemat Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah berhemat dalam menggunakan anggaran untuk Pertemuan Tahunan IMF-WB 2018 di Bali yang alokasinya Rp855,6 miliar. Dari total pagu anggaran yang dialokasikan APBN 2017/2018 itu, sampai Senin (8/10) sudah digunakan sekitar Rp566 miliar. Jadi betul-betul menghemat yang tidak perlu.
Selaku Ketua Panitia Nasional Pertemuan Tahunan IMF-WB, Luhut menjelaskan bahwa anggaran tersebut sebagian besar digunakan untuk mengembangkan infrastruktur di Bali diantaranya perluasan apron Bandara Ngurah Rai dan pembangunan underpass Simpang Tugu Ngurah Rai, serta untuk menyambut para tamu dan delegasi.
Pengembangan infrastruktur itu disebut Luhut sebagai investasi jangka panjang untuk meningkatkan sektor pariwisata Bali dan mengurangi kepadatan lalu lintas.
Dengan membangun underpass, sekitar 40 persen kepadatan lalu lintas berkurang. Sementara perluasan apron bandara akan meningkatkan jumlah wisatawan dan tingkat hunian hotel di Bali dari sekitar 60 persen menjadi 70-80 persen.
Kehadiran peserta Pertemuan Tahunan IMF-WB yang mencapai 34.223 orang diharapkan dapat mendongkrak kunjungan wisatawan dan menambah devisa yang masuk ke dalam negeri.
Menurut perhitungan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dampak ekonomi secara langsung diperkirakan senilai Rp5,9 triliun untuk pembangunan sejumlah infrastruktur yaitu underpass Ngurah Rai, Pelabuhan Benoa, Patung Garuda Wisnu Kencana dan tempat pembuangan akhir sampah Suwung serta biaya operasional.
Sementara itu, diharapkan para tamu dan delegasi akan “menyumbang” devisa ratusan triliun rupiah untuk kebutuhan dan akomodasi mereka selama perhelatan yang diselenggarakan pada 8-14 Oktober 2018.
Sedangkan Ketua Unit Kerja Pertemuan Tahunan IMF)-WB Peter Jacobs mengatakan penghematan anggaran untuk pertemuan tahunan ini sudah diupayakan sehingga tidak terjadi pemborosan.
Peter mengatakan berapa pun dana yang dialokasikan untuk acara akbar ini adalah wajar karena Indonesia mendapatkan kehormatan menjadi tuan rumah dari ribuan orang tamu.
Ia menambahkan pembahasan anggaran sebesar Rp855 miliar ini juga telah mendapatkan persetujuan di parlemen, sehingga tidak seharusnya menjadi polemik.
Saat ini, dana yang terpakai untuk penyelenggaraan pertemuan tahunan baru mencapai Rp566 miliar dari pagu yang dianggarkan sebanyak Rp855 miliar.
Pemerintah menganggarkan anggaran IMF-WB 2018 sebesar Rp855 miliar yang berasal dari APBN 2017 dan 2018. Sebagian besar anggaran tersebut dimanfaatkan untuk penggunaan teknologi informasi dan berbagai akomodasi lainnya.
Pemerintah tidak banyak menggunakan anggaran tersebut untuk membangun tempat penyelenggaraan, karena Nusa Dua telah memiliki gedung seminar berskala internasional.
“Multitasking” Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan bahwa Pemerintah tidak akan mengabaikan kondisi Lombok dan Sulawesi Tengah pascagempa melanda dua provinsi tersebut, meskipun Indonesia menjadi tuan rumah Pertemuan Tahunan IMF-WB 2018.
Pemerintah itu mampu mengerjakan beberapa pekerjaan sekaligus pada saat yang bersamaan “multitasking”, kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan Presiden Joko Widodo memiliki komitmen dan kepedulian yang luar biasa. Ia datang langsung (ke daerah bencana), memimpin sendiri, melihat sendiri bagaimana situasi. Lalu secara cepat menyusun dan mengarahkan langkah-langkah yang perlu dilakukan.
Sebelumnya sejumlah pihak mempertanyakan soal kepatutan dan kepantasan Indonesia untuk tetap menyelenggarakan Pertemuan Tahunan IMF-WB 2018 di tengah proses rehabilitasi dan rekonstruksi akibat gempa Lombok, muncul bencana dahsyat di Sulawesi Tengah.
Menurut Sri, meskipun Presiden Joko Widodo dan beberapa menteri serta aparat berkunjung ke daerah bencana, bertemu dengan pemerintah daerah untuk menguatkan kembali untuk segera dibangun, tidak berarti Indonesia tidak bisa menjadi tuan rumah sebuah perhelatan.
Ia menjelaskan, bahwa semua bisa dilaksanakan secara bersamaan karena telah ada pembagian tugas yang jelas.
Indonesia ingin menunjukkan sebagai negara yang mampu dalam “multitasking” ini. Indonesia ternyata negara punya sistem dan bisa diandalkan. Indonesia ditata dengan kepemimpinan dengan misi yang jelas dan punya kemampuan untuk menjaga seluruh tugas-tugas ini bisa berlangsung dengan baik.
Berkaitan dengan tetap dilaksanakannya pertemuan tahunan di Nusa Dua, Bali, meski Indonesia tengah sibuk menangangi bencana, Lagarde menyampaikan pujian kepada pemerintah Indonesia.
Menurut dia, pembatalan bisa menghilangkan kesempatan untuk memperlihatkan sumbangan Indonesia kepada dunia serta menciptakan peluang dan lapangan pekerjaan.
Dikatakannya, membatalkan pertemuan tahunan bukanlah sebuah pilihan, karena hal itu akan menyia-nyiakan sumber daya yang telah dianggarkan selama tiga tahun terakhir.
Pertemuan IMF-WB 2018 dilangsungkan di Nusa Dua, Bali pada 8-14 Oktober 2018, merupakan pertemuan tahunan terbesar dunia dalam bidang ekonomi. Hadir dalam pertemuan itu para pemimpin lembaga keuangan dunia, menteri-menteri yang membidangi urusan ekonomi dan moneter, serta pengusaha-pengusaha dariberbagai sektor.
Indonesia menjadi ke-4 di Asia yang terpilih menjadi tuan rumah IMF-WB 2018, setelah Singapura, Thailand, dan Filipina.
IMF-WB 2018 di Bali ini disebut-sebut sebagai yang terbesar dibandingkan kegiatan yang sama sebelumnya dari sisi jumlah peserta. Melibatkan lebih dari 30.000 peserta yang terdiri atas 5.000-an anggota delegasi dan lebih dari 25.000 anggota nondelegasi dari 189 negara.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan