Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (ilustrasi/aktual.com)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut BUMN sebagai aset negara saat ini harus bisa lebih profesional dan kompetitif di kancah global. Sehingga pada akhirnya bisa menciptakan kesejahteraan masyarakat.

Untuk itu BUMN sendiri tak hanya berpikir sebagai corporate yang profit oriented melainkan harus menjadi agen pembangunan.

“Tapi sayangnya, ketika BUMN itu setiap saat kita minta mereka sebagai agen pembangunan malah ujung-ujungnya selalu minta injekan modal atau PMN (Penyertaan Modal Negara),” ujar Menkeu saat raker dengan Komisi VI DPR, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (24/8).

Menurut dia, dengan kondisi seperti itu di mana BUMN hanya minta disuntik modal sementara kinerjanya kurang baik, maka yang terjadi neraca BUMN itu akan keropos terus.

“Itu yang saat ini masih menjadi PR kita. Padahal di tetangga kita (Singapura-Malaysia) punya BUMN yang hebat kenapa kita yang lebih besar size ekonominya malah tidak bisa punya BUMN yang hebat?” cetus Ani, panggilan akrabnya.

Apalagi memang dari sisi penerimaan ke kas negara dari seluruh BUMN itu tidak sebanding dengan PMN yang sudah dikucurkan. Menurut dia, hingga akhir 2015, kontribusi BUMN hanya sebesar Rp202 triliun terhadap APBN.

“Itu dari berbagai hal ya. Bukan hanya dividen. Padahal saya ingin lebih banyak lagi. Karena injeksi ke BUMN sendiri justru lebih lagi. Itu yang tejadi pada BUMN kita selama ini (di bawah Menteri Rini),” ungkap Ani.

Dia menambahkan, mungkin sah-sah saja dana dari BUMN itu tidak masuk ke APBN. Akan tetapi BUMN tersebut harus memiliki earning yang baik dan dikelola juga dengan governance yang baik. Kata dia, asal size-nya lebih besar, aset dan volume juga besar sehingga bisa melakukan fungsi korporasi dan agen pembangunan akan lbh baik.

“Saya senang kalau seperti itu. Tapi yang terjadi selama ini yang membuat saya sedih, BUMN itu selalu dikelola dengan tidak baik dan malah dijadikan bancakan,” tandas dia.

Makanya dalam melihat holding BUMN itu, bukan soal penting atau tidak, akan tetapi holding itu harus ada sinergi, sehingga bisa menguntungkan rakyat atau bisa menciptakan nilai yang lebih baik atau value creation.

Dengan begitu, konteks holding ini, tak hanya sekadar berupa balanced exercise, yaitu hanya menggabungkan neraca dan neraca korporasi.

“Kalau begitu gampang. Saya bisa minta ke CFO agar menaggabungkan neraca dengan neraca untuk jadi holding. Tapi harus bisa ciptakan value creation yang lebih besar,” pungkas dia.

Rapat pembahasan wacana holding BUMN sendiri akan terus bergulir. Rencananya, Komisi VI DPR akan mengundang semua deputi BUMN untuk membahas ini. Rencananya tanpa melibatkan Menteri BUMN dan Menteri Keuangan.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan