Dengan dalih Dirjen Pajak hanya membuat platformnya saja, dan proses pengadaan kartunya oleh masyarakat atau pihak-pihak yang ingin bergabung dalam platform Kartin1, namun bukan tidak mungkin kerawanan akan korupsi dalam proyek ini bisa melebihi Mega Korupsi e-KTP yang sampai saat ini menyeret nama-nama besar tokoh-tokoh politik Indonesia.
Seharusnya Menkeu Sri Mulyani lebih fokus mencari cara bagaimana mempercepat pertumbuhan ekonomi yang diingini oleh Presiden Jokowi bukannya hanya heboh soal pajak saja yang ujung-ujungnya rakyat juga yang terbebani dan target pajak sesungguhnya adalah pengusaha-pengusaha besar malah nyaman-nyaman saja.
Miskinnya inovasi dan kurangnya terobosan-terobosan Sri Mulyani sebagai Menkeu, sangatlah membebani pemerintahan Presiden Jokowi. Berbagai kebijakan yang salah arah dan cenderung membebani rakyat membuat perekonomian Indonesia berjalan lambat. Hal ini membuat kredibilitas Presiden Jokowi dalam mengelola negara ikut terseret dengan adanya ketidakpuasan dan makin menurunnya tingkat popularitas Jokowi dimata masyarakat. Rendahnya daya beli dan meningginya beberapa kebutuhan pokok membuat berkurangnya rasa kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Bukan tidak mungkin lambatnya perekonomian Indonesia saat ini adalah salah satu bentuk cara halus untuk menjatuhkan popularitas, agar tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Jokowi menghilang. Apalagi 2019 nanti pilpres sudah didepan mata, banyak pihak yang berhasrat untuk mecoba mencicipi empuknya kursi RI1 di medan merdeka itu.
Kembali lagi tentang Sri Mulyani. Menyoal tentang Kartini1 yang diluncurkan baru-baru ini dan sarat akan aroma penyelewengan dan berpotensi merugikan negara seperti kasus e-KTP, ada korelasinya dengan Sri Mulyani sebagai Menkeu yang bertanggung jawab terhadap kebijakan ini. Sebagai orang yang terlibat langsung dalam proses Kartin1, diharapkan mampu mengeliminir potensi-potensi tersebut. Jangan sampai proyek Kartin1 ini dijadikan sebagai sarana untuk memuluskan sebuah agenda yang sudah terpendam lama demi keinginan pribadinya dengan memanfaatkan fasilitas negara dengan dalih program Kartin1.
Apalagi nama program Kartin1 diambil berdasarkan nama tokoh pahlawan wanita R.A Kartini, seorang tokoh wanita Indonesa yang terkenal dengan pernyataan “ Habis Gelap Terbitlah Terang ”. Mungkin saja Sri Mulyani mengharapkan dengan program Kartin1, ia bisa menjadi the next R.A Kartini. Yaitu dengan cara menjadi orang satu di negeri ini, dengan kata lain menjadi RI1 pada 2019 nanti.
Kenapa tidak? Bukankah pada pilpres 2014 yang lalu namanya santer terdengar dalam bursa capres potensial? Dan bahkan Sri Mulyani pun sudah menyiapkannya sejak tahun 2011 dengan adanya Partai Serikat Rakyat Independen (SRI)sebagai perahu untuk membawanya berlabuh sebagai RI1 pada 2014 lalu.
Namun pada waktu pilpres 2014 lalu, Sri Mulyani walaupun dianggap salah satu capres potensial dikarenakan jabatannya yang pada waktu itu adalah Direktur Pelaksana Bank Dunia, tetapi dirinya terganjal dengan kasus yang melekat pada dirinya, yaitu Mega Skandal Bank Century. Publik masih belum lupa dengan dugaan keterlibatannya dalam mega skandal tersebut yang merugikan negara hampir 6,7 trilyun rupiah pada tahun 2008. Dimana pada saat itu ia menjabat sebagai Menteri Keuangan dengan SBY sebagai presidennya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka