Dengan adanya halangan tersebut pada 2014 lalu, diduga Sri Mulyani saat ini sedang menghimpun kekuatan untuk terus memelihara hasratnya menjadi RI1 pada 2019 nanti. Adanya tokoh-tokoh politik lama yang terus mendorongnya membuat Sri Mulyani semakin pede menatap 2019. Hal ini bisa dilihat dari Wikipedia tentang Partai Serikat Rakyat Indonesia (SRI). Beberapa mediapun mengelu-elukan kehadirannya bak pahlawan saat dirinya dipercaya Presiden Jokowi untuk menjabat sebagai Menteri Keuangan yang baru. Seolah-olah jabatan sebagai direktur pelaksana World Bank adalah oase bagi perekonomian Indonesia. Berita-berita tentang dirinya terbungkus rapi dengan catatan-catatan prestasi yang telah diperbuatnya selama berkelana dinegeri orang. Namun apa yang terjadi, hingga saat ini Sri Mulyani belum mampu menunjukkan kinerjanya dalam memenuhi target yang diingini oleh Presiden Jokowi. Kebijakannya yang cenderung tidak pro rakyat membuat bangsa ini semakin sulit melangkah maju dalam perekonomian.

Sebaiknya Sri Mulyani saat ini harusnya lebih fokus dalam membuat kebijakan yang mampu membawa target pertumbuhan 5,4 – 6,1 persen seperti apa yang diingini oleh Presiden Jokowi. Buatlah terobosan-terobosan yang out of box, penuh inovasi agar perekonomian kita kembali bergairah. Pendamlah hasrat politiknya untuk menjadi orang nomor 1 dinegeri ini, karena bagaimana menjadi mau RI1 jika ia sendiri tidak mampu merealisasikan tugas-tugas yang diamanahkan oleh Presiden kepadanya. Percuma saja jabatan mentereng yang pernah disandangnya, jika dirinya tidak dapat memberi solusi yang baik bagi bangsa ini.

Dan untuk program Kartin1, alangkah lebih baik jika e-KTP yang saat ini sudah berjalan dibereskan kembali, biarkan semuanya diintegrasikan ke dalam e-KTP yang sudah ada dengan perbaikan dan penyempurnaan didalamnya. Jangan jadikan program Kartin1 sebagai sarana memuluskan hasrat politik pribadi yang akan membuat negara ini mengalami kerugian sangat besar seperti kasus e-KTP, Century dan kasus-kasus mega korupsi  lainnya. Karena rakyat pula yang akan menanggung deritanya bukan anda yang mungkin bisa mengembara ke negeri orang lagi jika memang akan terjadi kasus serupa.

Jangan sampai pernyataan R.A Kartini dengan “Habis Gelap Terbitlah Terang“ dinodai dengan program Kartin1 menjadi “Habis Gelap Terbitlah Kehancuran“.

Sumber: Kompasiana

Artikel ini ditulis oleh:

Eka