Jakarta, Aktual.com – Kementerian Keuangan telah mengeluarkan kebijakan dengan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tebu sebesar 10 persen terhadap tanaman tebu yang akan diolah menjadi gula.
Kebijakan ini dinilai banyak kalangan, terutama petani tebu, sebagai beban baru yang menyiksa.
Petani tebu di wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur, misalnya, termasuk yang menjerit akibat kebijakan ini. Keputusan Menteri Keuangan Sri Mulyani menaikan pajak sebesar 10 persen untuk tebu yang dikirimkan ke pabrik gula membuat petani serba salah.
Media melaporkan bahwa tak sedikit lahan tebu di Malang yang tidak dipanen dan dibiarkan begitu saja walau tanaman tebu telah menua.
Kenaikan pajak tebu ini pun menarik perhatian Mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli. Dalam akun facebook, dia sampai sampai menuliskan kata “ampun” sebanyak dua kali ditambah emotikon berduka juga dua kali.
“Ampun, ampun. ☹️☹️ Menkeu sudah kalap,” tulis mantan Menko Ekuin era Presiden Gusdur itu.
Bentuk kekalapan pemerintah akibat keputusan Menkeu Sri Mulyani menaikkan pajak tebu itu barangkali bisa dilihat dari pernyataan Direktur Tanaman Semusim Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Agus Wahyudi.
Agus mengatakan, sudah sepatutnya tebu dikenakan kenaikan pajak bila mengalami pertambahan nilai. Dia juga mengatakan, pajak baru untuk tebu ini diharapkan membuat petani tebu fokus hanya menanam tebu, dan tidak ikut dalam aktivitas pembuatan gula.
Adapun Rizal Ramli curiga ada maksud lain di balik kenaikan pajak tebu ini. Sejak beberapa waktu belakangan ini Rizal Ramli menyoroti kebijakan Kementerian Keuangan yang kelihatannya ingin mencari cara mudah untuk mengumpulkan uang untuk membayar utang.
Cara mudah yang dilakukan Kementerian Keuangan adalah dengan memotong anggaran dan menaikkan pajak untuk sektor-sektor industri yang dilakoni masyarakat menengah bawah.
“Jangan sampai, semua pemotongan anggaran dan pemotongan subsidi, dan kenaikan pajak hanya untuk bayar utang, agar terus dipuji kreditor,” ujar Rizal Ramli lagi.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan